Penambang Pasir Blitar Gelar Aksi di DPRD, Tuntut Pembukaan Kembali Tambang Pasir

Jurnalis: Favan Abu Ridho
Editor: Mustopa

3 Maret 2025 17:19 3 Mar 2025 17:19

Thumbnail Penambang Pasir Blitar Gelar Aksi di DPRD, Tuntut Pembukaan Kembali Tambang Pasir Watermark Ketik
Audiensi DPRD Kabupaten Blitar bersama masyarakat penambang pasir dan instansi terkait, Senin 3 Maret 2025. (Foto: Favan/ketik.co.id)

KETIK, BLITAR – Puluhan pekerja tambang pasir di Kabupaten Blitar menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Kabupaten Blitar pada Senin 3 Maret 2025.

Mereka menuntut agar tambang pasir yang telah ditutup selama enam bulan terakhir dapat kembali dibuka, mengingat banyak warga yang menggantungkan hidupnya dari sektor ini.

Aksi unjuk rasa ini melibatkan para pekerja tambang pasir, sopir truk pengangkut pasir, serta masyarakat terdampak lainnya, seperti pemilik warung makanan yang kehilangan pelanggan sejak tambang pasir di wilayah Nglegok ditutup.

Para demonstran datang dengan mengendarai truk-truk pasir dan melakukan audiensi dengan anggota DPRD, perwakilan dari Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Blitar, serta stakeholder terkait.

Endang W, salah satu koordinator aksi menegaskan bahwa penutupan tambang pasir selama enam bulan terakhir telah membuat banyak warga kehilangan mata pencaharian.

“Tidak hanya penambang dan sopir truk saja, ada juga penjual warung makanan dan sebagainya yang menggantungkan hidup di sekitar tambang pasir. Jika tambang pasir ditutup, bagaimana nasib kami?” ujar Endang.

Endang juga menyoroti bahwa sekitar 1.500 warga menggantungkan hidup dari aktivitas tambang pasir di aliran lahar Gunung Kelud. Menurutnya, jelang Hari Raya Idul Fitri 2025, para penambang semakin terdesak kebutuhan ekonomi karena tabungan mereka telah habis.

“Sudah enam bulan terakhir mereka menganggur, tabungan mereka sudah habis, dan anak-anak mereka juga memerlukan pendidikan yang layak. Jadi, mohon izin agar semua dipermudah, kasihan masyarakat,” tegasnya.

Para penambang juga meminta adanya kemudahan dalam mengurus administrasi perizinan tambang pasir. Mereka mengaku siap mengurus izin secara legal, namun prosesnya dinilai terlalu lama dan berbelit-belit.

“Sebenarnya mereka juga mau kok izinnya lengkap, tapi selama ini prosesnya lama sekali,” tambah Endang.

Menanggapi tuntutan para penambang, Aryo Nugroho, S.H., perwakilan dari Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, menyatakan bahwa pihaknya akan menampung aspirasi para penambang dan menyampaikannya kepada Ketua DPRD serta Bupati Blitar.

“Kami tidak bisa menyikapi apa yang menjadi kewenangan Pemkab, tapi keluh kesah teman-teman ini pasti akan kami tampung dan akan kami sampaikan ke Pak Ketua serta Bapak Bupati,” ujar Ary.

Ia juga menekankan pentingnya mencari solusi yang mengakomodasi kepentingan para penambang sekaligus tetap mematuhi regulasi pertambangan.

“Seperti di Lumajang dan daerah lainnya, di mana pertambangan bisa tetap berjalan namun tetap memperhatikan regulasi yang ada. Kami tentu akan mendorong ke arah sana, supaya kepala daerah yang baru ini, Pak Rijanto dan Pak Beky, bisa memiliki regulasi yang baik terkait sektor pertambangan. Sehingga, tidak ada pihak yang dirugikan,” jelas Aryo.

Menurut Aryo, salah satu alasan penutupan tambang oleh Polres Blitar Kota adalah pelanggaran aturan terkait penggunaan alat berat di tambang rakyat.

“Pertambangan rakyat yang seharusnya tidak diperbolehkan menggunakan alat berat, ternyata tetap menggunakannya. Sebenarnya mereka tetap boleh menambang, namun tidak dengan alat berat,”ungkapnya.

Namun, Aryo juga menilai bahwa dengan perizinan yang lengkap, para penambang dapat tetap beroperasi menggunakan alat berat secara legal.

“Solusinya, kita bisa mendorong mereka untuk mengurus izin, karena jika sudah memiliki izin, mereka pun diperbolehkan untuk menambang menggunakan alat berat,” tambahnya.

Sementara itu, Imam Solichin, Kasubid Pelayanan di Bappenda Kabupaten Blitar, mengungkapkan bahwa sektor pertambangan di Kabupaten Blitar masih memberikan kontribusi yang kecil terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“PAD dari sektor pertambangan ini kecil sekali, per tahun hanya sekitar 300-600 juta rupiah, dan itu dari semua lini pertambangan, tidak hanya tambang pasir saja,” kata Imam.

Ia juga menjelaskan bahwa saat ini hanya lima perusahaan yang memiliki izin produksi, sementara lainnya masih dalam tahap eksplorasi.

“Target tahun ini dari sektor pertambangan sekitar 700 juta rupiah, tahun kemarin target 600 juta, tetapi realisasinya hanya sekitar 300 juta,” ungkapnya.

Salah satu solusi yang sedang dibahas oleh pemerintah daerah adalah pembentukan pos pantau di area pertambangan guna meningkatkan pengawasan dan optimalisasi penerimaan daerah dari sektor ini.

Para penambang berharap agar perizinan tambang dapat dipermudah sehingga mereka bisa kembali bekerja tanpa harus melanggar aturan.

“Kami minta semua bisa operasi lagi, yang berizin dan tidak berizin tetap beroperasi. Yang belum ada izin tetap jalan karena di sana banyak pekerja tambang yang menghidupi keluarganya,” ujar Endang.

Dengan adanya audiensi ini, mereka berharap ada solusi konkret dari pemerintah daerah agar tambang pasir di Blitar bisa kembali beroperasi secara legal dan berkelanjutan.(*)

Tombol Google News

Tags:

Blitar Kabupaten Blitar DPRD Pasir Tambang pasir Tuntut buka masyarakat