KETIK, BLITAR – Suasana Minggu pagi 1 Juni 2025 di kawasan BUMDes Kresi, Desa Karangsono, Kabupaten Blitar, memancarkan energi yang khas. Penuh semangat, fokus, dan kedisiplinan tinggi.
Ratusan calon warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kabupaten Blitar tampak bersatu dalam semangat ujian mengikuti tahapan penting dalam perjalanan mereka menjadi warga resmi organisasi pencak silat legendaris ini.
Tes Pendadaran Calon Warga Baru Tahun 2025 dimulai sejak pukul 07.00 WIB. Mereka mengikuti arahan Ketua Umum Kangmas Mas Taufik, tim penguji senior pun juga ikut menguji sebelum memasuki Bulan Syura.
Para peserta menjalani berbagai tahapan uji kemampuan fisik dan mental yang ketat, mulai dari senam dasar, rangkaian jurus, penggunaan senjata seperti toya dan belati, hingga sabung dan solospel, sebuah bentuk ujian individu yang menggambarkan kedewasaan spiritual serta kontrol diri secara penuh.
Menurut Ketua Cabang PSHT Kabupaten Blitar, Tugas Nanggalo Yudo Dili Prasetiono, atau yang lebih dikenal sebagai Bagas Karangsono, pendadaran ini bukan sekadar ritual formal. Ini adalah tahap penyaringan akhir sebelum seorang siswa layak menyandang status sebagai warga PSHT.
“Tes prawarga ini adalah pintu gerbang. Di sinilah terlihat siapa yang benar-benar berjuang, tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan spiritual,” ujar Bagas saat ditemui di sela kegiatan. “Ini adalah syarat mutlak untuk bisa melangkah ke jenjang pengesahan,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses ini dirancang untuk menguji komitmen total para calon warga terhadap nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi PSHT. Mereka yang dinyatakan lulus akan mengikuti prosesi pengesahan resmi yang dijadwalkan pada minggu pertama bulan Syuro, waktu sakral dalam kalender Jawa. Namun, kepastian tanggal dan teknis pelaksanaan masih menunggu keputusan dari rapat tingkat provinsi.
Yang menarik, ujian ini bukan hanya soal ketangkasan bela diri. Dalam setiap gerakan dan instruksi, tersirat nilai-nilai pembentukan karakter. Ketua Umum Kangmas Taufik menekankan bahwa menjadi warga PSHT adalah soal pengabdian batin.
“Menjadi warga PSHT bukan soal jurus atau tenaga semata. Ini soal ketulusan hati, kesetiaan dalam persaudaraan, dan tekad untuk terus berbuat baik bagi sesama,” demikian pesan yang disampaikan Kangmas Taufik dan dikutip oleh Bagas.
Pengujian berlangsung sepanjang hari hingga sore, dengan intensitas tinggi namun tetap terjaga khidmatnya. Para calon warga, sebagian besar remaja dan pemuda dari berbagai daerah di Blitar, menunjukkan kesungguhan luar biasa. Raut wajah mereka mencerminkan keteguhan hati untuk melewati tahap akhir perjalanan ini sebuah proses yang telah mereka persiapkan bertahun-tahun dengan latihan rutin dan disiplin tinggi.
Bagi PSHT, proses pendadaran bukan hanya ujian keahlian, tetapi juga refleksi dari pembentukan jati diri.
“Mereka tidak hanya sedang menuju pengesahan sebagai warga resmi PSHT, tetapi juga tengah membentuk karakter sebagai insan berbudi luhur dan bertanggung jawab di tengah masyarakat,” tutup Bagas.
Tes pendadaran ini kembali menegaskan bahwa pencak silat, khususnya dalam tradisi PSHT, bukan sekadar olahraga atau bela diri. Ia adalah jalan hidup, yang menuntut ketekunan, keteguhan hati, dan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan. (*)