Pengamat Sebut Politik Sumsel Terlalu Dingin: Minim Inovasi dan Polemik

Jurnalis: Wisnu Akbar Prabowo
Editor: M. Rifat

22 September 2024 10:25 22 Sep 2024 10:25

Thumbnail Pengamat Sebut Politik Sumsel Terlalu Dingin: Minim Inovasi dan Polemik Watermark Ketik
Pengamat Politik Sumatera Selatan (Sumsel), Bagindo Togar. (Foto: Bagindo Togar for Ketik.co.id)

KETIK, PALEMBANG – Pengamat Politik Sumatera Selatan (Sumsel), Bagindo Togar menyebut situasi politik yang berlangsung di Provinsi Sumsel, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, kurang menarik dan terlalu dingin.

Menurut Bagindo, hal itu disebabkan kurangnya inovasi dan ‘pertarungan’ antara para pasangan calon (paslon) yang berlaga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

“Dingin betul. Pilkada yang paling dingin adalah di tahun ini. (Mereka) Tidak berani berpolemik. Padahal demokrasi yang sehat itu demokrasi yang berpolemik, harus ada perbedaan,” kata dia, Sabtu 21 September 2024.

Ia mencontohkan situasi politik yang terjadi di DKI Jakarta. Salah satu paslon yang maju di Pilkada Jakarta, yakni Ridwan Kamil-Suswono, berani membuka ruang-ruang diskusi yang mereka sebut townhall meeting.

Dalam townhall meeting itu, Ridwan Kamil-Suswono akan mengundang orang-orang yang skeptis untuk saling berdiskusi dan menyampaikan kritik.

Melalui diskusi yang seperti itu, lanjut Bagindo, akan melahirkan buah-buah pikiran baru yang nantinya akan menjadi inovasi program para paslon yang berlaga di Pilkada.

Townhall meeting itu dia memanggil lawan-lawan politiknya untuk berpolemik atau adu gagasan. Kita ini enggak. Kita ini kalau berpolemik jadi takut dimusuhi, disisihkan. Itu tidak menarik. Kalau perlu saling cibir itu gak apa-apa,” tutur Bagindo.

Bagindo melanjutkan, situasi dingin politik yang paling nyata terdapat di Pemilihan Gubernur Sumsel. Di antara ketiga paslon yang maju, Bagindo menilai tidak ada ciri khas yang ditampilkan oleh masing-masing paslon.

“Antara HDCU, Matahati, dan Eddy-Riezky itu semuanya seolah-olah mau berkompromi, bahkan dari segi program pun mirip-mirip, tidak ada yang berbeda. Di tingkat kabupaten dan kota juga hampir sama,” bebernya.

Bagindo menilai, situasi politik yang kaku seperti ini disebabkan ketakutan para paslon untuk melakukan ekspansi politik. Para kontestan politik tidak berani melakukan gebrakan dan lebih memilih main aman.

“Mereka nggak mau melakukan polemik, tidak berani melakukan intrik dan polarisasi, padahal itu penting dalam demokrasi. Kalau begini kan jadinya nyaris tanpa dinamika, datar,” jelas Bagindo.

Hal ini, terus Bagindo, berakibat pada berkurangnya partisipasi masyarakat terhadap politik, karena publik sudah tidak tertarik dengan dinamika yang berlangsung.

Seharusnya, lanjut dia, para paslon harus berani melakukan gebrakan baru yang menarik perhatian publik. Sebab, jika partisipasi publik juga minim, maka demokrasi bisa dikatakan tidak hidup di kalangan masyarakat.

“Harusnya ada inovasi dan terobosan-terobosan baru dari setiap paslon. Kalau perlu berbeda tajam supaya menarik perhatian,” tutup dia.

Tombol Google News

Tags:

politik Sumsel Pengamat bagindo togar Palembang pilkada RIDWAN KAMIL Pilkada Sumsel