KETIK, JAKARTA – Ketegangan perang dagang akibat penerapan tarif impor resiprokal yang dicetuskan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump rupanya membawa ketegangan tersendiri di kalangan investor.
Melansir Suara.com jaringan media nasional Ketik.co.id, Bank Indonesia (BI) mencatat, sejak diumumkan pada 2 April 2025 lalu, modal asing sebesar 2,86 miliar dollar AS sudah keluar dari Indonesia. Hal ini tentu saja membuat perekonomian Indonesia dalam kondisi tertekan.
"Tapi sejak diumumkan kebijakan tarif 2 April hingga 21 April, investasi portofolio tercatat net outflow 2,86 miliar dolar AS. Ini lebih risk appetite investor global yang sangat tinggi, sehingga menarik modalnya, tidak saja Indonesia tapi ke negara emerging market," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Kamis, 24 April 2025.
Keluarnya dana asing semakin menekankan kondisi perekonomian global yang berada dalam ketidakpastian. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara lain. Banyak negara yang kehilangan modal karena investor memilih memindahkan dananya seperti di Jepang dan Eropa.
"Jadi investor memindahkan investasi portofolionya ke negara seperti Eropa, Amerika dan Jepang," tambahnya.
Sebelumnya, ketidakpastian perekonomian global makin tinggi didorong kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). Pengumuman kebijakan tarif resiprokal AS awal April 2025, serta langkah retaliasi oleh Tiongkok dan kemungkinan dari sejumlah negara lain meningkatkan fragmentasi ekonomi global dan menurunnya volume perdagangan dunia.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diperkirakan akan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen dengan penurunan terbesar terjadi di AS dan Tiongkok sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya juga diperkirakan akan melambat, dipengaruhi dampak langsung dari penurunan ekspor ke AS dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan dengan negara-negara lain.
Aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset), terutama ke aset keuangan di Eropa dan Jepang serta komoditas emas. (*)