KETIK, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman akan melaporkan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto Cs ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pekan depan.
Pimpinan KPK dinilai lemot atau lamban dalam mengumumkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI), bahkan sempat meralat pengumumkan tersangka sebelumnya.
"Minggu depan kita akan melaporkan Pimpinan KPK ke Dewas KPK, karena lemot mengumumkan status tersangka kasus korupsi dana CSR BI," kata Boyamin Saiman, Rabu 4 Juni 2025.
MAKI berharap dengan melaporkan ke Dewas KPK, Pimpinan KPK segera mengumumkan tersangka kasus korupsi dana CSR BI dalam waktu yang tidak lama lagi.
"Kita menuntut tersangka CSR BI segera diumumkan. Gugatan praperadilan belum kita ajukan, karena mau melapor ke Dewas KPK dulu," ungkapnya.
Boyamin mengaku tidak mengetahui alasan lambannya proses penyidikan KPK terkait dugaan korupsi dana CSR BI yang terkesan lamban, apakah karena kurangnya bukti atau adanya tekanan dari kekuasaan.
"Saya tidak bisa menuduh apa-apa. Tetapi semoga lemotnya penyidikan, karena hendak dikembangkan kepada pihak-pihak yang terduga melakukan penyimpangan dana CSR BI," ujarnya.
Sebelumnya, pada 9 Mei 2025 lalu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman, melayangkan surat somasi ke KPK. Surat somasi bernomor: 33065/MAKI/V/2025, mempertanyakan proses penyidikan KPK, terkait dugaan korupsi dana CSR BI yang terkesan lamban.
Dalam surat surat somasi ke Pimpinan KPK Setyo Budiyanto Cs tersebut, MAKI mendesak penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI segera diumumkan.
"Maka seharusnya KPK bisa untuk segera melakukan penetapan Tersangka dan melakukan penahanan terhadap pihak-pihak yang terlibat, agar menjadi kejelasan dan terbongkar pihak mana saja yang terlibat dalam kasus korupsi dana CSR BI," kata Boyamin dalam surat somasi tersebut, Jumat 9 Mei 2025.
Boyamin mempertanyakan, ucapan Ketua KPK Setyo Budiyanto yang menyebut tidak ada kendala dalam penanganan perkara tersebut. Faktanya, di mata dia, kasus CSR BI berjalan lambat karena KPK tak kunjung menetapkan tersangka.
"Di mana dalam proses penyidikan perkara tersebut Kami menilai proses penyidikan seakan-akan berjalan di tempat dan lamban, padahal di sisi lain Pimpinan KPK menyatakan tidak ada kendala dalam penyidikan kasus tersebut," ucap Boyamin.
Ia menjelaskan, somasi dilayangkan untuk menagih komitmen KPK bekerja secara profesional dan tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun untuk 'menjemur' atau menghentikan secara diam-diam penyidikan perkara ini.
Boyamin menekankan, apabila KPK tidak menetapkan tersangka dan melakukan penahanan dalam 14 hari sejak surat somasi dikirim, pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan sebagai bentuk pengawasan terhadap kinerja lembaga antirasuah itu.
"Kami akan mengajukan gugatan pra peradilan dan menarik KPK sebagai pihak Termohon, sebagai bukti keseriusan Kami dalam mengawal penyidikan perkara ini sampai tuntas dan terdapat kepastian hukum," ucap Boyamin.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI pada 2024. KPK menduga mereka menerima sejumlah dana dari CSR BI.
Namun, identitas dan instansi asal dua tersangka masih dirahasikan dan belum diumumkan hingga sekarang. Dari informasi, kedua tersangka itu diduga berasal dari Anggota DPR, berinisial S (Satori) dan HG (Heri Gunawan)
"Tersangka terkait perkara ini ada, kita dari beberapa bulan yang lalu telah menetapkan dua orang tersangka yang diduga memperoleh sejumlah dana berasal dari CSR-nya BI," kata Rudi Setiawan, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK di Gedung KPK Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa 17 Desember 2024.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan dana CSR dari BI disalurkan kepada sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga dari Anggota DPR berinisial S dan HG.
"Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan," ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat 21 Februari.
Asep mengungkapkan, karena dana CSR ini diberikan kepada Komisi XI DPR Periode 2019-2024, maka S dan HG mendirikan yayasan yang dijadikan perantara untuk menerima aliran dana tersebut.
"Jadi setiap orang, karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan," jelas Asep.
Setelah dana CSR cair ke yayasan milik orang terdekat Sdan HG, uang tersebut kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi mereka melalui modus nominee. Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti pembelian aset properti.
"Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial," ungkap Asep.
Untuk menutupi aliran dana tersebut, pihak yayasan membuat laporan fiktif seolah-olah seluruh dana CSR digunakan untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada BI. (*)