Perda Penggabungan Desa Korban Lumpur Disahkan, DPRD: Perjuangan Belum Selesai

Jurnalis: Fathur Roziq
Editor: Marno

8 Juni 2023 22:24 8 Jun 2023 22:24

Thumbnail Perda Penggabungan Desa Korban Lumpur Disahkan, DPRD: Perjuangan Belum Selesai Watermark Ketik
Sumber lumpur panas di kawasan Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo yang menyembur pada akhir Mei 2006 lalu. (Foto: Fathur Roziq/Ketik/co.id)

KETIK, SIDOARJO – Sudah 17 tahun berlalu. Sejak 29 Mei 2006 hingga Juni 2023. Nama desa-desa yang tenggelam oleh lumpur panas akhirnya bakal benar-benar hilang dari peta bumi Kabupaten Sidoarjo. Desa-desa nahas itu digabung dengan desa lain. Sekaligus bersama aset dan hak politik penduduknya.

'Penghilangan' nama itu terjadi setelah raperda penggabungan desa disahkan menjadi perda (peraturan daerah). Desa-desa korban lumpur itu dilebur ke desa lain. Masing-masing Desa Renokenongo yang akan bergabung dengan Desa Glagaharum, Kecamatan Porong. Luas wilayah kedua itu mencapai 344,42 hektare. Nama desanya Glagaharum.

Foto Warga Desa Renokenongo melihat dari jauh sumber lumpur panas di desanya pada 2006  lalu. Desa itu kini tenggelam dan akan bergabung dengan Desa Glagaharum. (Foto: Fathur Roziq/Ketik/co.id)Warga Desa Renokenongo melihat dari jauh sumber lumpur panas di desanya pada 2006 lalu. Desa itu kini tenggelam dan akan bergabung dengan Desa Glagaharum. (Foto: Fathur Roziq/Ketik/co.id)

Kemudian, Desa Pejarakan yang melebur ke Desa Kedungcangkring dengan luas 236,94 hektare. Namanya Desa Kedungcangkring. Serta, Desa Besuki disatukan dengan Desa Dukuhsari seluas 221,23 hektare dengan nama Desa Dukuhsari. Empat desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Jabon.

Dua desa lain yang digabung ialah Desa Kedungbendo dan Desa Ketapang menjadi Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin. Nama gabungan dua desa tersebut ialah Desa Ketapang. Luasnya mencapai 292,21 hektare.

Perda tentang penggabungan desa korban lumpur itu disahkan dalam sidang paripurna di DPRD Kabupaten Sidoarjo pada Rabu (8/6/2023). Bupati Ahmad Muhdlor Ali menandatanganinya bersama pimpinan DPRD Kabupaten Sidoarjo.

DPRD, lewat juru bicara panitia khusus (pansus) raperda, M. Agil Effendi menyatakan eksekutif diharapkan segera menindaklanjuti pelaksanaan perda tersebut. Sebab, perda ini terkait beberapa hal penting. Selain penggabungan desa, ada pelayanan administrasi kependudukan dan dana desa (DD) yang tidak terserap.”Supaya warga desa segera mendapat pelayanan yang baik,” katanya.

Bupati Ahmad Muhdlor Ali menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada DPRD yang telah menyetujui raperda menjadi perda tentang penggabungan desa tersebut. Penggabungan desa merupakan upaya mengatasi beragam masalah akibat semburan lumpur panas. Baik masalah sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta pelayanan publik lainnya.

Ketua Pansus Raperda Penggabungan Desa Damroni A. Chudori mengatakan, pengesahan perda tersebut tidak berarti semua persoalan sudah selesai. Perda penggabungan desa adalah payung besar langkah-langkah selanjutnya di tengah masyarakat.

Di antaranya, persoalan hak politik warga desa yang digabung. Status mereka otomatis akan berubah menjadi penduduk desa baru. Termasuk, hak politiknya dalam Pemilu 2024 mendatang. Hak pilih mereka otomatis akan ter-update ke desa baru.

Dana Desa Sangat Penting

Yang tidak kalah penting, lanjut ketua Komisi A DPRD Sidoarjo itu, ialah nasib aset-aset desa yang sudah tenggelam. Aset-aset itu tetap diperjuangkan. Misalnya, aset jalan desa, sekolah, masjid, serta kemungkinan tanah kas desa yang berada di luar daerah.

”Kami akan perjuangkan itu. Minta ganti ruginya ke BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) dan Minarak (PT Minarak Lapindo),” tegas legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Bagaimana mendatanya? Damroni menyatakan pemerintah desa sedang menyiapkan bukti-bukti kepemilikan aset tersebut. Sebagian sudah siap. Sebagian lain terus ditelusuri. Di antaranya, menggunakan Google Earth. Program pelacak lokasi virtual itu bisa menelusuri tempat-tempat yang sebelumnya ada di muka bumi.

Di antaranya, bangunan dan jalan yang telah tenggelam oleh lumpur panas, namun pernah ada. Baik di Kecamatan Porong, Jabon, maupun Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo.

”Masih ada bentuknya pada 2006 lalu. Saksi-saksi hidup mungkin juga masih ada,” ungkap lelaki berkumis tipis tersebut.

Damroni menekankan pentingnya peningkatan nilai dana desa (DD) untuk desa hasil penggabungan. Sebab, tidak mungkin nilai DD tetap. Sedangkan, jumlah penduduk desa gabungan bertambah drastis.

”Jadi, dana desa untuk desa induk harus ditambah,” tandas legislator asal Kecamatan Tulangan itu.

Sebelum ini, penggabungan wilayah juga pernah dilakukan terhadap kelurahan-kelurahan korban lumpur pada 2021. Di antaranya, Kelurahan Siring, Jatirejo, dan Gedang yang digabung menjadi Kelurahan Gedang. Juga wilayah Kelurahan Mindi dan Porong yang digabung menjadi Kelurahan Porong. (*)

Tombol Google News

Tags:

lumpur Lapindo Lumpur Porong desa korban lumpur sidoarjo terkini sidoarjoviral