Laporan Khusus Hari Pendidikan Nasional 2025 (3-Habis)

PPDB Jadi SPMB, Pengamat Pendidikan: Hanya Ganti Istilah, Tidak Urgent Sama Sekali

2 Mei 2025 16:55 2 Mei 2025 16:55

Thumbnail PPDB Jadi SPMB, Pengamat Pendidikan: Hanya Ganti Istilah, Tidak Urgent Sama Sekali
Ilustrasi sistem penerimaan murid baru. (Karikatur: Rihad Humala/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi mengubah mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk tahun ajaran 2025/2026.

Perbedaan dari mekanisme baru ini adalah perubahan sistem zonasi menjadi domisili, dimana pada SPMB ini penerimaan siswa baru fokus pada jarak tempat tinggal ke sekolah.

Untuk penerimaan siswa baru jenjang SMA/SMK Kemendikdasmen melalui Permendikdasmen no 3 tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru telah menetapkan kuota untuk masing-masing jalur.

Untuk jenjang SMA jalur afirmasi minimal 30 persen. Kemudian jalur prestasi SMA minimal 30 persen, Jalur domisili SMA 35 persen, dengan rincian jalur domisili reguler 20 persen dan jalur domisili sebaran 15 persen, jalur prestasi lomba 5 persen dan jalur mutasi 5 persen. 

Sementara untuk jenjang SMK, kuota afirmasi sebesar 15%, mutasi orang tua 5%, prestasi hasil lomba 5%, domisili SMK 10 % dan jalur nilai prestasi akademik 65%. 

Mustofa, Ph.D. Dosen S2 Pendidikan Dasar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mengatakan, secara substansi tidak ada perbedaan antara PPDB dan SPMB. Yang ada hanya perbedaan istilah antara zonasi dan domisili.

"Sebenernya hanya perbedaan nama saja kalau PPDB itu ada yang namanya sistem zonasi dan SPMB ini diganti dengan domisili, dan sisanya sama saja," terang Mustofa saat dihubungi oleh Ketik.co.id, Jumat 2 Mei 2025.

"Selain itu juga yang berbeda dari mekanisme SPMB adalah perubahan nama dari jalur perpindahan tugas orang tua, menjadi jalur mutasi. Jadi hanya perbedaan nama dan kuota saja," imbuhnya.

Foto Mustofa, Ph.D. selaku dosen S2 Pendidikan Dasar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). (Foto: dok.pribadi)Mustofa, Ph.D. selaku dosen S2 Pendidikan Dasar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). (Foto: dok.pribadi)

Dirinya menambahkan perubahan nama antara PPDB ke SPMB merupakan hal yang biasa terjadi. Tidak hanya terbatas pada mekanisme pendaftaran siswa pada tahun ajaran baru, perubahan juga sering dilakukan pada kurikulum yang diterapkan pada sektor pendidikan.

"Ini hanya perubahan nama saja, bahkan kurikulum kita juga sering berubah. Malah tiap ganti presiden atau menteri sering ada perubahan," bebernya.

Menurutnya perubahan mekanisme PPDB ke SPMB ini tidak memiliki urgensi sama sekali. Seringkali di sektor pendidikan perubahan kurikulum atau sistem ini hanya sebagai uji coba padahal penerapan metode yang lama masih belum maksimal.

"Jadi kita seringkali itu belum diterapkan (sistem) bahkan masih tahap rencana atau uji coba sudah diganti dengan yang baru," bebernya.

Terkait sistem zonasi atau domisili yang masih menjadi pro dan kontra saat ini memiliki tujuan baik untuk pemerataan dan keadilan. Akan tetapi dalam penerapannya sering terjadi kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara. Oleh sebab itu hal yang perlu dibenahi adalah integritas dari panitia atau penyelenggara SPMB untuk mengurangi kecurangan.

"Saya sangat setuju dengan zonasi atau sekarang domisili. Namun masih banyak kecurangan yang kita lihat di lapangan. Hal inilah yang perlu dibenahi yakni integritas penyelenggara," pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

SPMB PPDB zonasi domisili Unusa Pendidikan siswa baru