KETIK, SURABAYA – Kegiatan ekstrakurikuler berbasis gim daring seperti Mobile Legends kini semakin diminati di sejumlah sekolah dan komunitas pelajar di Surabaya.
Selain dianggap sebagai sarana hiburan, kegiatan ini dinilai mampu melatih kerja tim, strategi, hingga keterampilan komunikasi antarpemain.
Namun, di tengah popularitas tersebut, muncul suara dari tokoh penggerak kebudayaan Surabaya, AH Thony, yang mengusulkan pendekatan berbeda.
Ia mendorong agar sekolah maupun komunitas digital mulai mempertimbangkan penggunaan gim lokal terutama yang dikembangkan oleh anak-anak muda Surabaya sendiri sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.
“Dari kebijakan makro Kemendikbudristek tentang Kurikulum Merdeka, saya melihat Dinas Pendidikan mencoba melakukan tracing. Hasilnya, anak-anak suka main game. Itu ditangkap lalu dicoba dijadikan program,” kata AH Thony saat dihubungi pada Kamis 29 Mei 2025.
Namun, menurut Wakil Ketua DPRD Surabaya periode 2019–2024 itu, ada hal lebih substansial yang perlu dipertimbangkan sebelum menjadikan Mobile Legends sebagai ekstrakurikuler.
Thony menilai, perlu ada pertimbangan atas nilai-nilai yang ditanamkan game tersebut kepada siswa.
“Saya lebih senang kalau objeknya bukan Mobile Legends. Lebih baik kita kembangkan game lokal, seperti Perang Surabaya. Tokohnya jelas, sejarahnya kuat, dan bisa membentuk kebanggaan terhadap kota Surabaya,” tegasnya.
Menurut Thony, konsep game lokal seperti itu tak hanya menyenangkan bagi pelajar, tapi juga mendidik.
Menurut Thony anak-anak bisa belajar strategi, memahami sejarah, sekaligus membangun keterikatan dengan cerita perjuangan bangsanya sendiri.
“Kalau Mobile Legends, anak-anak malah mengagumi tokoh-tokoh fiktif. Tapi kalau game-nya Perang Surabaya, mereka akan tahu siapa Bung Tomo, siapa tokoh-tokoh sentral saat itu. Mereka senang belajar sambil bermain,” lanjutnya.
Ia mengingatkan pentingnya kesiapan sarana dan prasarana jika kebijakan itu dijalankan.
Sehingga, ia meminta pemerintah kota tidak asal mengadopsi game yang sudah ada tanpa visi pendidikan lokal.
“Sarananya harus disiapkan. Jangan seadanya. Kalau pun mau bikin ekstrakurikuler game, ya sekalian kita buat game yang memuat nilai-nilai lokal. Itu jauh lebih membangun,” demikian AH Thony.
Sebelumnya, Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, mengatakan Dinas Pendidikan Kota Surabaya tengah menyiapkan program ekstrakurikuler e-sport, yakni Mobile Legends, bagi siswa jenjang SD dan SMP.
Ia memaparkan, program ini merupakan bagian dari upaya menyesuaikan arah pendidikan dengan minat dan kebiasaan anak di era digital.
Menurutnya, jika diarahkan dengan baik, kebiasaan bermain game justru bisa menjadi peluang pengembangan diri.
“Anak-anak sekarang ini hidup di era digital, kita tidak bisa memungkiri. Maka dari itu, minat mereka harus disalurkan agar lebih terarah,” ujar Yusuf Rabu (*)