KETIK, BLITAR – Talud Penahan Tanah (TPT) di area persawahan Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Blitar, yang dibangun pada tahun 2023 kini mengalami kerusakan serius. Bangunan sepanjang sekitar 100 meter tersebut terlihat ambrol di beberapa titik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat, mengingat peran talud sebagai infrastruktur pendukung sektor pertanian, Selasa 21 Januari 2025.
Kepala Desa Sawentar, Mujianto, menjelaskan bahwa proyek TPT tersebut bukan dikelola menggunakan Dana Desa, melainkan berasal dari dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Proyek ini dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) melalui program jaring aspirasi legislatif.
“Kami mengetahui kerusakan ini dari laporan warga. Namun, untuk detail anggaran kami tidak tahu pasti karena proyek ini bukan di bawah pengelolaan desa. Kami hanya sebagai penerima manfaat,” ungkap Mujianto saat ditemui di ruang kerjanya.
Hasil investigasi awal menunjukkan bahwa kerusakan talud ini diduga akibat kualitas campuran material yang tidak memadai serta kedalaman galian pondasi yang kurang sesuai standar. Kondisi ini mengakibatkan struktur talud tidak mampu menahan tekanan tanah, terutama saat musim penghujan.
“Talud ini sangat penting bagi warga kami, terutama untuk melindungi sawah dari longsor. Kami berharap pihak yang bertanggung jawab atas pembangunannya segera melakukan perbaikan agar kerusakan ini tidak meluas,” ujar Mujianto.
Kepala Desa Sawentar, Mujianto, Selasa 21 Januari 2025. (Foto: Favan/ketik.co.id)
Kerusakan TPT ini menambah daftar masalah dalam pelaksanaan proyek berbasis dana hibah di Jawa Timur. Beberapa proyek serupa sebelumnya juga ditemukan bermasalah, bahkan menyeret sejumlah pejabat ke ranah hukum.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Desa Sawentar terhadap kualitas infrastruktur yang disediakan melalui program pokmas.
“Proyek-proyek seperti ini seharusnya direncanakan dan diawasi lebih baik. Kerusakan seperti ini menimbulkan trauma, khususnya bagi petani yang sangat bergantung pada keberadaan talud untuk melindungi lahan mereka,” tambah Mujianto.
Terlepas dari polemik kerusakan talud, Desa Sawentar tetap optimistis menghadapi tahun 2025 dengan berbagai program strategis yang telah dirancang melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Salah satu prioritas utama adalah pembangunan empat sumur bor untuk membantu petani mengatasi masalah kekurangan air.
“Kami ingin memastikan kebutuhan air untuk pertanian terpenuhi, terutama saat musim kemarau. Pembangunan sumur bor ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas petani dan kesejahteraan warga desa,” jelas Mujianto.
Kerusakan talud yang belum genap berusia dua tahun ini menjadi bukti perlunya pengawasan lebih ketat dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah. Kepala Desa Sawentar mendesak agar pihak terkait segera mengambil langkah perbaikan untuk menghindari dampak yang lebih besar di masa depan.
“Talud ini bukan sekadar infrastruktur, tetapi kebutuhan vital untuk mendukung sektor pertanian. Kami sangat berharap perbaikan dilakukan secepatnya agar tidak menambah beban masyarakat,” tutup Mujianto.
Dengan situasi ini, perhatian pemerintah provinsi terhadap pengawasan dan evaluasi proyek hibah semakin dipertanyakan, mengingat dampak langsung yang dirasakan masyarakat ketika proyek-proyek tersebut gagal fungsi. (*)