Tarif Impor AS Bikin Geger, Ini Solusi Strategis dari Pakar Ekonomi Internasional Unair

11 April 2025 09:40 11 Apr 2025 09:40

Thumbnail Tarif Impor AS Bikin Geger, Ini Solusi Strategis dari Pakar Ekonomi Internasional Unair Watermark Ketik
Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD. (Foto: Humas Unair)

KETIK, SURABAYA – Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara termasuk Indonesia sebesar 32 persen.

Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan 'tarif timbal balik' yang bertujuan mengurangi defisit perdagangan AS dengan negara-negara mitra dagangnya.

Menanggapi polemik tersebut, pakar ekonomi internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD, angkat bicara.

Menurutnya, tarif impor yang diterapkan menunjukkan bahwa Amerika merasa dalam perdagangan dengan negara lain belum adil. Yakni produk Amerika yang diekspor ke negara lain memiliki tarif tinggi. Hal ini menyebabkan neraca perdagangan Amerika dengan negara lain mengalami defisit setiap tahunnya.

“Sebagai contoh, Indonesia tahun lalu surplus hingga 31 miliar dolar dengan separuh keuntungannya berasal dari Amerika. Hal ini tidak sebanding dengan surplus Amerika yang harus membayar tarif impor tinggi, sehingga kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan Amerika dan pembelian produk domestik,” ungkapnya.

Konsekuensi Ekonomi

Dengan diberlakukannya kebijakan ini, Prof Rossanto menyebut bahwa harga barang impor dari Indonesia di Amerika akan semakin naik.

Kenaikan harga ini dapat menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika yang menyebabkan turunnya neraca perdagangan dan surplus Indonesia.

“Tanpa upaya yang jelas, maka surplus akan berkurang dan neraca perdagangan Indonesia akan mengalami defisit serta pertumbuhan ekonomi menurun. Dengan fakta prediksi pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,9 persen, maka GDP akan turun karena Amerika merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor Indonesia,” ungkapnya.

Prof Rossanto juga menyebut imbas dari penurunan daya saing produk Indonesia di Amerika itu dapat menyebabkan risiko tutupnya industri yang bergerak dalam produksi komoditas ekspor.

Tak hanya itu, juga meningkatkan pengangguran serta investasi di beberapa sektor ekspor ke Amerika akan turun. Apabila tidak ditangani dengan baik maka dampak ekonomi yang ditimbulkan akan semakin besar.

Menurutnya, polemik yang dibarengi dengan penurunan rupiah dan IHSG ini menunjukkan semua negara mengalami pembalikan keadaan oleh Amerika yang sekarang berusaha melindungi industri domestik dari luar.

"Ditambah dengan inflasi yang tinggi di semua negara dan rupiah yang hampir menyentuh angka psikologis pasar, menyebabkan investor memiliki keraguan dalam melakukan investasi di Indonesia,” ungkapnya.

Solusi Strategis

Dalam menanggapi masalah ini, Prof Rossanto menyebut jalur negosiasi adalah solusi terbaik mengingat Amerika adalah mitra dagang penting.

Hal ini didasari dengan fakta bahwa bukan hanya ekspor Indonesia yang tinggi ke Amerika. Namun juga dalam hal impor masih memerlukan Amerika di berbagai sektor seperti jasa, sektor keuangan, dan kedelai.

“Kita harus melihat proporsional bahwa Amerika penting bagi kita, jangan sampai pasar yang sudah ada di Amerika yang labour intensive ini akan hilang. Lakukan diplomasi yang soft agar Amerika bisa menurunkan tarif, kita juga menurunkan tarif untuk Amerika agar dapat memperoleh jalan tengah,” pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

tarif impor Amerika Serikat AS Donald Trump 32 persen Prof Rossanto Unair Universitas Airlangga Pakar Unair Tarif Trump