Tegangnya Hubungan Donald Trump dan Zelensky, Pakar Unair: Posisi Ukraina Terjepit

7 Maret 2025 20:35 7 Mar 2025 20:35

Thumbnail Tegangnya Hubungan Donald Trump dan Zelensky, Pakar Unair: Posisi Ukraina Terjepit Watermark Ketik
Potret perseteruan Donald J Trump dan Zelensky. (Foto: X@maddenifico)

KETIK, JAKARTA – Pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Oval Office berakhir dengan ketegangan, tanpa kesepakatan yang direncanakan.

Setelah pertemuan tersebut, pemerintahan Trump menangguhkan semua bantuan militer dan berbagi kerjasama intelijen dengan Ukraina, yang memicu kekhawatiran global

Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair), Radityo Dharmaputra menilai pertemuan itu merupakan bentuk pemerintah AS untuk menundukkan kepala Ukrainia. AS juga terlihat ingin agar Zelensky menerima apapun yang diinginkan Trump. 

"AS nampak ingin memaksakan perdamaian, walaupun saat ini terlihat menekan Ukraina saja," ujar Radityo yang juga pakar Kajian Rusia dan Eropa Timur ini. 

Kekacauan Diplomatik
Radityo mengatakan bahwa Zelensky sepertinya juga tidak punya opsi untuk diam, karena banyaknya pernyataan problematik dan memancing yang dikeluarkan oleh Wapres AS, JD Vance.

Pernyataan-pernyataan Vance itu cukup membuatnya terpojok dalam pertemuan itu. Apabila Zelensky diam, maka dia akan dilihat oleh warga Ukraina seakan menyetujui pernyataan Vance.

“Dalam pertemuan itu yang terjadi adalah kekacauan diplomatik yang membuat semua pihak dirugikan. Sikap Trump ini, walaupun membuat frustasi banyak pihak, tapi sudah bisa ditebak. Hanya memikirkan kepentingan AS dan bermuatan transaksional. Sikapnya juga menunjukkan bahwa AS tidak peduli kepentingan bersama ataupun suara dari negara-negara kecil,” ungkapnya melalui keterangan tertulis pada Jumat 7 Maret 2025.

Radityo mengatakan bahwa keputusan AS sesudah pertemuan itu untuk menghentikan bantuan pada Ukraina serta pernyataan-pernyataan lanjutan para pejabat AS mempengaruhi keadaan Ukraina.

Keputusan itu akan membuat Ukraina makin sulit melawan Rusia, terlebih apabila negara-negara Eropa tidak bisa menggantikan peran AS dalam hal itu. 

“Zelensky tidak punya opsi dalam hal ini dan harus berusaha mendekati Trump. Terlihat dari pernyataan terakhirnya di platform X yang menunjukkan bahwa ia mencoba berbaikan kembali dan menawarkan deal mineral agar segera ditandatangani. Hanya saja, ia sekarang berusaha memberikan counter-offer melalui dukungan Inggris dan Prancis,” ungkapnya.

Radit menambahkan bahwa posisi Ukraina memang terjepit. Namun, sebetulnya di sisi lain juga memberikan kejelasan bahwa kedepannya, sebaiknya Ukraina lebih mengandalkan Eropa dibandingkan AS. AS bukan lagi hegemon yang bisa dipercaya dalam membantu upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

“Ukraina sebaiknya lebih mempertimbangkan kerja sama dengan negara Eropa. Bantuan AS lebih kecil dari bantuan total negara-negara Eropa, dan sebagian besar dari bantuan AS itu kembali ke perusahaan AS karena untuk membeli peralatan tempur. Hal ini menjadi counter bagi opini yang mengatakan Ukraina tidak bersyukur telah dibantu AS,” tambahnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Donald Trump Zelensky Oval Office Pakar Unair Universitas Airlangga Presiden Amerika Dosen Unair