KETIK, ACEH SINGKIL – Sekitar 100 warga dari 2 Kecamatan yakni, Kota Baharu dan Singkohor, menggelar aksi unjuk rasa di 3 lokasi berbeda di Kabupaten Aceh Singkil, Selasa, 22 April 2025. Mereka menuntut realisasi 20 persen realisasi program kebun plasma dari PT Nafasindo.
Tiga titik aksi unjuk rasa damai dimaksud ialah, Gedung DPRK, Kantor Kejaksaan Negeri, dan Kantor Bupati Aceh Singkil.
Diawali digedung dewan, warga yang tergabung dalam masyarakat lingkar HGU PT Nafasindo menyuarakan penolakan terhadap program kemitraan yang disebutkan tanpa persetujuan mereka.
Massa mendesak agar pemerintah daerah menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, berupa kewajiban perusahaan membangun kebun plasma seluas 20 persen dari total lahan yang dikuasai.
Koordinator aksi, Rabudin, dalam orasinya menyampaikan bahwa masyarakat telah mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRK Aceh Singkil, dan pihak perusahaan pada 20 Februari 2025.
Hasil RDP menyarankan agar kebun plasma segera direalisasikan untuk masyarakat lingkar perusahaan, khususnya di wilayah Kota Baharu dan Singkohor.
“Kami menolak segala bentuk kemitraan lain. Yang kami tuntut itu adalah kebun plasma, sesuai aturan 20 persen. Program kemitraan yang telah disetujui Bupati Aceh Singkil, tanpa musyawarah dengan masyarakat merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang,” kata Rabudin.
Mereka juga menyoroti surat Bupati Aceh Singkil, Nomor 5006/382 tertanggal 11 April 2025, yang menyetujui kemitraan dengan tiga koperasi, yaitu Koperasi Bukit Jaya (Gunung Meriah), Koperasi Serasi Bersama (Singkohor), dan Koperasi Miftahul Annisa (Kota Baharu).
Rabudin, mendesak pimpinan dewan segera memanggil Bupati Aceh Singkil, untuk menjelaskan alasan persetujuan kemitraan yang dianggap cacat prosedur.
Juga meminta agar Direktur PT Nafasindo dilaporkan ke penegak hukum, karena diduga terlibat dalam pelanggaran hukum sebagaimana disampaikan Komisi II DPRK dalam konferensi pers sebelumnya.
“Kami curiga ada suap dalam proses pembaruan izin HGU seluas 3.007 hektare milik PT Nafasindo. Prosesnya lambat dan tidak transparan,” teriak sang orator.
Di Kejaksaan Negeri Aceh Singkil, pengunjuk rasa menuntut penindakan tegas terhadap para pejabat yang terlibat. Mereka meminta agar Bupati Aceh Singkil, Asisten I, dinas Perkebunan, Kabag Pemerintahan, serta pimpinan PT Nafasindo segera diperiksa.
Terakhir di halaman Kantor Bupati. Warga meminta kemitraan yang telah dibentuk segera dibatalkan dan Pemkab Aceh Singkil mengirim surat resmi ke ATR/BPN pusat untuk mengevaluasi proses perpanjangan HGU PT Nafasindo.
“Kami tidak akan pulang sebelum ada surat resmi dari pemerintah mengenai pembatalan kemitraan dan evaluasi izin HGU,” tegas Rabudin.
Aksi terpantau berlangsung tertib dan mendapat pengawalan dari pihak keamanan. Wakil Bupati Aceh Singkil, Hamzah Sulaiman, yang menemui massa berjanji akan menindaklanjuti tuntutan tersebut ke tingkat yang lebih tinggi.
Pihaknya berjanji akan meninjak lanjuti apa yang disampaikan masyarakat yang melakukan unjuk rasa.
Terkait tindakan menganulir koperasi-koperasi yang bermitra dengan PT Nafasindo, ia menegaskan bahwa itu bukan kewenangan bupati dan jajarannya.
Wabup Hamzah Sulaiman juga berjanji akan mengirimkan surat kepada Menteri ATR untuk mengupayakan memperkuat argumen. "Intinya pemerintah tetap menindak lanjuti dengan bijak, arif dan adil," jelas. Hamzah. (*)