Empat Pulau Raib, Aceh Menggugat: MoU Bukan Sekadar Kertas

13 Juni 2025 22:45 13 Jun 2025 22:45

Thumbnail Empat Pulau Raib, Aceh Menggugat: MoU Bukan Sekadar Kertas
Rifqi Maulana, dari Perhimpunan Mahasiswa Hukum Aceh menyoroti keras Mendagri atas pergeseran 4 pulau Aceh ke Sumut. (Foto: Zaelani Bako/Ketik)

KETIK, ACEH SINGKIL – Protes atas dimasukkannya empat pulau ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatra Utara terus disuarakan berbagai lapisan rakyat Aceh. 

Perhimpunan Mahasiswa Hukum Aceh (Permahi) lewat Rifqi Maulana, SH, bersuara lantang terhadap dugaan pergeseran administratif Empat pulau dari Aceh ke Sumut.

Ke-4 pulau itu yakni, Pulau Panjang, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan, yang selama ini berada di bawah pemerintahan Aceh, tiba-tiba “dipindah” tanpa perundingan.

“Ini bukan cuma soal koordinat. Ini pengkhianatan terhadap perdamaian. Pemerintah pusat dinilai gagal menunjukkan keadilan dalam mengelola wilayah negara,” ujar Rifqi, Jumat, 13 Juni 2025 pada Ketik. 

Bukan tanpa dasar, kata Rifgi surat bernomor 136/40430 yang berpatokan pada Peta Topografi TNI AD tahun 1978 menunjukkan keempat pulau tersebut berada dalam wilayah Aceh. 

Tidak hanya secara historis dan geografis, lanjutnya secara administratif pun Pemerintah Aceh dan Aceh Singkil telah melakukan pembangunan infrastruktur di sana sejak 2007, dari dermaga hingga rumah singgah—semua dibiayai oleh APBK Aceh, sambungnya. 

"Namun saat ini pulau-pulau itu berpindah tangan secara sepihak," ujarnya. 

Permahi tidak akan tinggal diam, dan secara terbuka mendesak Presiden RI Prabowo Subianto mencopot Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang dinilai telah memainkan peran gelap dalam “menggeser” batas Aceh.

“Tito dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan harus bertanggung jawab. Mereka sedang menciptakan kegaduhan yang merusak stabilitas dan menyinggung harga diri rakyat Aceh,” tegas Rifqi.

Tak main-main, Permahi menolak solusi setengah hati seperti “pengelolaan bersama.” Menurut mereka, itu hanya melegitimasi pencaplokan.

“Ini bukan tanah hibah yang bisa dibagi 2, Ini soal hak dan identitas. Setiap jengkal tanah Aceh akan kami perjuangkan. Jangan ganggu ketenangan kami setelah perang panjang,” ujarnya.

Di balik seruan damai, terselip peringatan tajam. Rifqi mengingatkan bahwa stabilitas Aceh sangat bergantung pada penghormatan terhadap MoU Helsinki, yang mengakhiri konflik berdarah di masa lalu.

“MoU Helsinki adalah janji antara dua lelaki. Dan lelaki sejati, tidak pernah ingkar janji,” tutupnya.(*) 

Tombol Google News

Tags:

Permahi sorot keras Mendagri 4pulau Aceh Sumut abaikan MoU Helsinki Aceh 2025