KETIK, SURABAYA – Warga Kelurahan Sememi, di wilayah RT 2 RW 1, Benowo, Surabaya, mengeluhkan kondisi kepadatan penduduk yang semakin tidak terkendali.
Saat ini, jumlah Kepala Keluarga (KK) di wilayah tersebut telah mencapai lebih dari 800 KK dan menyebabkan berbagai persoalan sosial dan administratif.
Mereka pun berharap pemekaran RT sebagai solusi, namun langkah tersebut masih terganjal aturan administratif yang dianggap membingungkan dan kurang tegas.
Salah satu perwakilan warga RT 2 RW 1 Sememi sekaligus tokoh penggerak Saramin menyampaikan bahwa saat ini jumlah KK di wilayahnya telah mencapai lebih dari 800.
Menurutnya, kondisi ini menyulitkan pengurus RT dalam mengelola administrasi dan pelayanan masyarakat.
“Ini bukan soal tendensi apa pun. Kita ingin bantu biar administrasi bisa lebih lancar. Karena dengan jumlah segitu, pengurus RT tentu kewalahan,” ujar Saramin pada Jumat 30 Mei 2025.
Saramin menambahkan bahwa tujuan utama pemekaran adalah agar warga yang selama ini belum tersentuh bantuan bisa lebih diperhatikan.
Ia mengaku banyak warga miskin yang belum terdata atau tak masuk dalam program bantuan sosial karena keterbatasan sistem administrasi di tingkat RT.
“Yang dapat bantuan itu-itu saja. Kalau kita punya RT baru, kita bisa punya data baru dan mengajukan agar warga yang benar-benar butuh bisa tersentuh,” tegasnya.
Namun, usulan tersebut tak berjalan mulus. Meskipun pihak kecamatan, melalui Camat Benowo, disebut sudah memberikan lampu hijau, proses pemekaran masih tertahan.
Salah satu alasannya adalah syarat pemekaran yang mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali), yaitu harus mendapat persetujuan minimal 3/4 dari jumlah warga di wilayah tersebut.
Menurut Saramin, aturan itu menimbulkan kebingungan karena dalam peraturan lain (Perbali) disebutkan bahwa dengan minimal 75 KK, pemekaran sudah bisa diajukan.
“Jadi kami bingung. Di satu aturan harus 3/4 warga, tapi di aturan lain cukup 75 KK. Mana yang benar? Ini yang harus diperjelas,” ujarnya.
Ada kekhawatiran bahwa pemekaran justru memicu perpecahan, meskipun tujuan warga semata-mata adalah untuk memperbaiki pelayanan.
“Di beberapa tempat, pemekaran ini justru dicegah secara diam-diam. Bahkan ada warga yang mengaku takut mendukung karena khawatir akan mendapat tekanan,” kata Saramin.
Ia berharap Pemkot Surabaya bisa memberikan kejelasan soal regulasi, agar aspirasi warga bisa ditindaklanjuti secara adil dan transparan. Terlebih, lanjutnya, tidak masuk akal jika satu RT menampung hingga 800 KK, sementara idealnya satu RT hanya menampung 100–150 KK.
“Rapat sudah dua kali, tapi belum ada kepastian. Aturannya katanya harus pakai Perwali, 3/4 warga setuju. Tapi di Perwali juga ada, cukup 75 KK. Jadi mana yang benar?,” pungkasnya.(*)