Adukan ke Disnakertrans DIY Begini Kronologis Persoalan di PT Taru Martani Versi Pekerja

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: Muhammad Faizin

31 Desember 2024 09:15 31 Des 2024 09:15

Thumbnail Adukan ke Disnakertrans DIY Begini Kronologis Persoalan di PT Taru Martani Versi Pekerja Watermark Ketik
Beberapa pamlet yang dibawa Serikat Pekerja PT Taru Martani. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Usai melakukan aksi menyampaikan pendapat di halaman kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY. Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY, Senin 30 Desember 2024 melakukan audensi dengan Kepala Disnakertrans DIY dan jajarannya terkait perselisihan Hubungan Industrial dan Union Busting di PT Taru Martani dengan Serikat Perkerja PT Taru Martani.

Kehadiran belasan mantan karyawan PT Taru Martani tersebut didampingi Tim Kuasa Hukum. Serta para aktivis organisasi buruh dan pekerja. Diantaranya dari Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa Dan Asuransi, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( FSP NIBA – SPSI ) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY-ATUC.  Hadir dalam audiensi tersebut Ketua DPD KSPSI DIY Kinardi, Ketua Serikat Pekerja PT Taru Martani Suharyanto, dan Sekjen DPD KSPSI DIY Irsyad Ade Irawan.

Dihadapan Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi, Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Disnakertrans DIY R Darmawan dan Kabid Pengawasan Disnakertrans DIY Amin Subargus yang menemui audensi tersebut. Wakil Ketua DPD KSPSI DIY Jatmiko menyampaikan kronologi persoalan ini.

Ia sebutkan pada 17 September 2024, Direksi PT Taru Martani mengeluarkan SK Keputusan Direksi nomor 053 / KPTS / Direksi / IX / 2024 yang mengatur tentang usia pensiun karyawan. Kemudian atas isi surat Direksi tadi, Serikat Pekerja PT Taru Martani mengirimkan surat keberatan dengan nomor 01/10/24 tertanggal 2 Oktober 2024 dan meminta agar Direktur PT Taru Martani mencabut SK tentang pensiun tersebut. Berdasarkan pertimbangan bahwa mengenai usia pensiun telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama yakni pada usia 60 tahun

Selanjutnya pada 3 Oktober 2024, pasca adanya surat keberatan, Ketua Serikat Pekerja PT Taru Martani dipanggil secara lisan untuk menemui Direktur Perusahaan. Dalam pertemuan ini pada intinya Direktur menyampaikan bahwa Surat Keputusan Direksi tersebut adalah sah karena dikeluarkan berdasarkan RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham.

Menanggapi pertemuan dengan Direktur Perusahaan, dan perbedaan penafsiran mengenai usia pensiun karyawan antara perusahaan dengan Serikat Pekerja. Maka Serikat Pekerja mengajukan permohonan perundingan bipartit pada tanggal 7 Oktober 2024 untuk dilakukan perundingan pada hari Senin, 14 Oktober 2024, kemarin. 

Perundingan bipartit pertama). Berikutnya dilanjutkan dengan perundingan kedua tanggal 17 Oktober 2024 melibatkan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta dengan hasil tanpa ada kesepakatan. Selama periode perselisihan Direktur Utama PT Taru Martani dalam berbagai kesempatan, baik dalam pertemuan formal dan informal berulang-ulang menyampaikan akan membubarkan Serikat Pekerja.

"Hal tersebut disampaikan secara langsung kepada pengurus Serikat Pekerja. Kebetulan disini hadir juga Ketua Serikat Suharyanto kemudian Tri Sumatwanto, Dwi Wening dan Ani," ungkap Jatmiko.

 

Foto DPD KSPSI DIY saat melakukan audensi dengan Kepala Disnakertrans DIY dan jajarannya terkait perselisihan Hubungan Industrial dan Union Busting di PT Taru Martani dengan Serikat Pekerja PT Tarumartani. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)DPD KSPSI DIY saat melakukan audensi dengan Kepala Disnakertrans DIY dan jajarannya terkait perselisihan Hubungan Industrial dan Union Busting di PT Taru Martani dengan Serikat Pekerja PT Tarumartani. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)



Selanjutnya saat dipandu ke ruangan Direktur dengan alasan pembinaan, pernyataan Direktur Utama untuk membubarkan Serikat Pekerja juga didengar langsung oleh beberapa kepala divisi dalam hal ini Adam Sangkoso, dan Zuldan Ismadi.

Selain  itu Direktur Utama Perusahaan, sebut Jatmiko juga melakukan diskriminasi terhadap pengurus Serikat Pekerja yang salah satunya ditunjukkan dengan melakukan mutasi jabatan kepada Ismi Atun dari bagian administrasi Satuan Pengawas Internal ke bagian administrasi Produksi Tembakau.

Puncak tekanan yang dialami Serikat Pekerja terjadi pada 17 Desember 2024. Ketika secara bersamaan Suharyanto, Dwi Warwening, dan Teresya Ani Iswanti, yang tak lain Ketua, Sekretaris, Bedahara Serikat Pekerja, masing-masing mendapatkan Surat Peringatan 3 dari perusahaan yang disampaikan melalui  Slamet selaku Divisi Marketing dan Umum. SP3 tersebut dikeluarkan oleh Direktur PT Tarumartani dengan dasar bahwa ketiga nama tadi dianggap menentang keputusan Direksi dan keputusan RUPS terkait usia pensiun 56. Serta serangkaian tuduhan yang tidak berdasar dan merupakan bagian dari hak serta aktivitas Serikat Pekerja. SP3 ini juga mencantumkan konsekuensi PHK, apabila Suharyanto, Dwi Wemawati Warwening, Teresya Ani Iswanti masih melakukan kesalahan yang sama.

Namun SP3 tersebut ditolak oleh pengurus Serikat, dan selanjutnya oleh Slamet ketiganya diminta untuk menandatangani berita acara penolakan.

Pasca penolakan SP3 oleh Ketua, Sekretaris dan Bedahara Serikat Pekerja. Selanjutnya 22 Desember 2024, Suharyanto mendapatkan telepon dari Slamet bahwa dirinya diminta Direktur PT Taru Martani untuk menyampaikan kepada Suharyanto agar berhenti berbeda pendapat dengan perusahaan. Jika masih tetap pada pendirian yang sama, maka manajemen akan berlanjut.

Sehari kemudian 23 Desember 2024,  Slamet kembali menghubungi Suharyanto, dan kembali menekankan pentingnya atas Serikat Pekerja dalam manajemen. Karena tidak sepakat persoalan pun berlanjut.  Tanggal 27 Desember, Suharyanto, Dwi Wemawati Warwening, dan Ani dipanggil oleh Slamet ke ruangan Direktur Keuangan dan Umum. Kemudian diberikan surat PHK tertanggal 24 Desember 2024 yang ditandatangani oleh Direktur Utama.
Namun Suharyanto, Dwi Wemawati Warwening, dan Teresya Ani menyatakan menolak PHK tersebut.

Berdasarkan serangkaian peristiwa tadi Jatmiko yang akrab dipanggil Miko  menyimpulkan telah terjadi serangkaian perbuatan yang dilakukan perusahaan. Salam hal ini Direktur Utama, dan Kadiv Marketing dan Umum, yang terencana sistematis dan patut diduga tindakan menghalangi/memaksa pekerja untuk tidak menjalankan fungsi serikat pekerja sesuai diatur pasal 28 UU 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Sehingga tidak ada jalan lain untuk Serikat Pekerja selain mengadu ke Disnakertrans DIY.

Sedangkan Noval Satriawan selaku Kuasa Hukum para karyawan yang di PHK menambahkan. Kenapa kasus ini bergulir harus di perusahaan yang milik Pemda. Kenapa bukan swasta yang lain. Kemudian di tengah-tengah proses perselisihan ini, tiba-tiba perusahaan secara terang-terangan menantang proses hukum.

"Jadi kita sedang berselisih apakah usia pensiun 56 atau 60, apakah SK Direksi atau PKB. Tapi tiba-tiba perusahaan secara langsung menantang proses hukum berdasarkan RUPS. Teman-teman ini tidak pernah mengatakan apakah SK Direksi itu salah atau apa," terangnya.

Ia tekankan yang disampaikan Serikat Pekerja pertama kali adalah keberatan, karena usia pensiun sudah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kemudian juga langkah-langkah yang diambil seluruhnya mengikuti proses perselisihan pada umumnya terkait perselisihan hubungan industri. Tidak ada gerakan - gerakan yang aneh atau dikatakan menghambat proses produksi atau mengganggu tata kelola perusahaan.

"Kami pastikan itu tidak ada," tegasnya.

Kemudian tekanan kampanye anti Serikat Pekerja, kampanye untuk membubarkan Serikat Pekerja. Bahkan PHK terhadap Ketua, Sekretaris, Bendahara Serikat dilakukan.

"Kami benar-benar tidak menyangka Ketua Sekretaris dan Bendahara Serikat, juga kepada karyawan yang sudah memasuki usia pensiun menurut perusahaan, benar-benar di PHK. Meski begitu kami tidak mau membuat opini berlebihan. Langkah-langkah normatif kami lakukan," ujarnya kemudian.

Ia jelaskan, terkait union basting ini, bukan lagi isu nasional. Tetapi memang isu internasional yang sudah lama diputuskan harus diperangi.

"Mohon sekali ini ditindak lanjuti dengan cepat. Untuk laporan ini juga sepenuhnya sudah kita koordinasikan dengan bidang pengawas. Terkait laporan kemudian apa yang diminta juga bukti-bukti sudah kita lampirkan," harap Noval.

Ia juga menyampaikan adanya tekanan itu nyata. Suhariyanto secara langsung menerima telepon dari Kadiv Marketing yang diminta oleh Direktur. Disampaikan secara langsung dengan konsekuensi apabila tidak sepakat dengan perusahaan dan masih mengkampanyekan bahwa yang usia pensiun dalam Perjanjian Kerja Bersama adalah yang benar maka akan di PHK. Makanya Noval tegas menyimpulkan bahwa persoalan ini adalah union busting.

Lakukan Langkah Cepat

Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi menyatakan pihaknya membentuk tim pengawas untuk melakukan pemeriksaan di PT Taru Martani.

Ia paparkan, pengawas akan memulai dari pemeriksaan regulasi seperti apa yang dilakukan oleh perusahaan. Menurutnya baik itu perusahaan swasta, perusahaan BUMN, maupun BUMD, sama sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang ketenagaan kerjaan.
Dijelaskan, mulai dari Perjanjian Kerja Bersama terlebih dahulu. Regulasi di Taru Martani itu usianya 60 tahun atau 56 tahun. Dengan begitu diharapkan segera ada solusi terkait dengan hal ini sesuai dengan regulasi.

Lebih detail, Aria Nugrahadi menyebut biarkan pengawas bekerja dan hari itu mau turun.

Sementara itu, Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Disnakertrans DIY Amin Subargus mengatakan, timnya akan segera melakukan langkah cepat sesuai arahan Kepala Dinas dengan menyiapkan tim pengawas dan langsung melakukan pemeriksaan ke Taru Martani. (*)

Tombol Google News

Tags:

PT Taru Martani BUMD Pemda DIY Disnakertrans DIY Union Busting Serikat pekerja DPD KSPSI DIY FSP NIBA–SPSI Usia Pensiun Ketenagakerjaan Audensi