KETIK, YOGYAKARTA – PT Taru Martani kembali dibelit masalah. Kali ini terkait dugaan Union Busting atau pemberangusan serikat pekerja.
Sebelumnya, BUMD milik Pemprov DIY ini dibelit kasus korupsi yang menempatkan sang mantan dirut, Nur Achmad Affandi divonis 8 tahun penjara pada November 2024 lalu. Hingga kini proses hukumnya masih di tingkat banding.
Disusul pelantikan jajaran direksi baru pada bulan Juli 2024. PT Taru Martani yang bergerak di bidang Industri cerutu dan tembakau kembali ditimpa masalah.
Kali ini Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemda DI Yogyakarta, Senin 30 Desember 2024 dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) DIY.
Pemicunya adalah perselisihan yang berawal dari ketidaksepahaman antara perusahaan dengan Serikat Pekerja PT Taru Martani mengenai usia pensiun karyawan.
"Jadi dugaan union busting di Yogyakarta real dan nyata terjadi. Menurut perusahaan usia pensiun itu ditentukan oleh SK Direksi. Sementara mengenai usia pensiun menurut Serikat sudah ditentukan di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)," terang Noval Satriawan Ketua Tim Kuasa Hukum para karyawan yang di PHK.
Berharap Ada Solusi
Noval menyebutkan, perselisihan ini sebetulnya sudah ditindaklanjuti sebagaimana mestinya oleh Serikat Pekerja dengan jalan berunding. Tetapi kemudian terjadi serangkaian tindakan intimidasi untuk melemahkan anggota Serikat Pekerja. Mereka mendapatkan SP3, yang didalamnya disebutkan karena berbeda pendapat dengan perusahaan terkait usia pensiun.
Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi didampingi Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja R Darmawan, Kabid Pengawasan Amin Subargus dan Kasubbag Umum Disnakertrans DIY Aris Sujatmiko saat menemui peserta aksi. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)
"Artinya dari sini kami simpulkan. Tindakan menghalang-halangi Serikat Pekerja untuk mempertahankan haknya sudah terjadi," terang Noval.
Ia mengungkapkan, dalam proses perselisihan itu perusahaan juga mengambil langkah-langkah yang menurut Noval secara langsung menantang proses hukum. Yakni dengan melakukan PHK terhadap18 karyawan dengan dasar usia pensiun 56 tahun yang ditentukan oleh perusahaan.
Sebanyak 15 karyawan kemudian menyatakan menolak, karena tetap berpegang teguh pada Perjanjian Kerja Bersama. Mengingat Perjanjian Kerja Bersama secara menyeluruh sudah mengatur dengan baik terkait usia pensiun, syarat kerja, berikut kompensasi PHK-nya.
Selain itu perusahaan juga melakukan PHK terhadap tiga orang pengurus Serikat Pekerja yang tengah berupaya melakukan advokasi. Yakni Ketua, Sekretaris, Bendahara dengan alasan mereka menolak melakukan pembinaan.
"Kami melaporkan ke Disnakertrans DIY semoga dapat solusi. Sekaligus melaporkan kepada pengawas supaya perusahaan juga dibina," ujarnya.
Ia berharap konsekuensinya nanti juga sama. Kalau perusahaan menolak untuk dilakukan pembinaan oleh Disnakertrans DIY. Maka perusahaan juga harus di eliminasi, harus dihukum berat dalam soal ini. Karena permasalahan tersebut terkait dugaan union busting yang jadi isu internasional.
Kembali ditegaskan, yang dimasalahkan bukan persoalan kompensasi PHK-nya. Tetapi menyangkut usia pensiun yang diterapkan dalam persoalan ini yakni 56 tahun. Sementara yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama adalah 60 tahun.
"Artinya ada 4 tahun hak kerja yang dihilangkan. Karena seharusnya karyawan tadi berhenti bekerja di usia 60. Tetapi masih di usia 56 dihentikan secara paksa, " jelasnya.
Adapun PHK tersebut dilakukan tanggal 24 Desember. Sedangkan bagi pengurus Serikat Pekerja tertanggal 24. Tetapi surat PHK-nya diberikan tanggal 27 Desember 2024.
Noval Satriawan (kanan) Sekretaris Pimpinan Daerah FSP NIBA–SPSI yang juga Ketua Tim Penasehat Hukum karyawan yang di PHK bersama Ketua Serikat Pekerja PT Taru Martani Suharyanto. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)
Sedangkan Ketua Serikat Pekerja PT Taru Martani, Suharyanto menambahkan. Hingga saat ini ada 18 orang karyawan yang sudah dipensiunkan oleh PT Tarumartani. Untuk itu mereka melaporkan ke Disnakertrans DIY supaya ada pembinaan terhadap PT Taru Martani.
Aksi demo Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY terkait perselisihan Hubungan Industrial dan Union Busting di PT Tarumartani dengan Serikat Perkerja PT Tarumartani di Kantor Disnakertrans DIY ditemui oleh Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi.
Dalam kesempatan ini Aria didampingi Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Disnakertrans DIY R Darmawan, Kabid Pengawasan Disnakertrans DIY Amin Subargus dan Kasubbag Umum Disnakertrans DIY Aris Sujatmiko. Sementara dari para karyawan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Bahu Pitu Law Firm.
Dalam keterangannya Aria Nugrahadi sempat menyebut pihaknya akan ke PT Taru Martani untuk mendapatkan fakta yang nantinya akan digunakan oleh pengawas untuk bekerja. Ia menyampaikan ranah penegakan terhadap dugaan pelanggaran norma ketenangakerjaan menjadi domain kewenangannya.
Sementara disisi lain, yang sudah dilakukan terkait dengan perselisihan tersebut tetap menjadi ranah mediator. Disebutkan sudah dilakukan mediasi tiga kali di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta.
"Saya akan memberikan kesempatan kepada bapak dan ibu untuk penyampaian terkait dengan permasalahan PT Taru Martani," kata Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi saat menemui peserta aksi. (*)