KETIK, MALANG – Universitas Brawijaya mengukuhkan sebanyak 3 Guru Besar dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA).
Ketiga Guru Besar tersebut membahas terkait deteksi cepat pneumonia, model kebijakan publik, dan juga konsep untuk meningkatkan daya saing UMKM.
Prof Chomsin Sulistya Widodo dari FMIPA merancang UBNet_v3 yang merupakan perkembangan model analisis digital untuk mengklasifikasi pneumonia. Dalam versi ketiga ini, pengklasifikasian bukan hanya dilihat dari pneumonia akibat virus dan bakteri saja.
"UBNet_v3 ini untuk klasifikasi virus, tapi citranya karena virus Covid-19 dan karena virus biasa. Kami menggabungkan 2 model yang sudah dibangun sebelumnya," ujarnya, Selasa 25 Februari 2025.
Saat pandemi Covid-19, tenaga kesehatan dihadapkan dnegan tantangan untuk mendeteksi pneumonia akibat Covid-19 dalam waktu yang cepat. Dengan model ini, klasifikasi dapat dilakukan dalam waktu 1.2 detik.
"Hasilnya seluruh performa di atas 99 persen sehingga model yang kota bikin mampu mengklasifikasikan itu Covid-19 atau bukan, dalam waktu 1.2 detik," lanjutnya.
Alat ini memiliki tantangan terbaru, ditandai dengan kabar terkait virus baru yang mirip dnegan Covid-19. Prof Chomsin dan tim berupaya untuk mengembangkan model yang dapat mendeteksi virus tersebut untuk mencegah penyebaran lebih luas.
"Beberapa penelitian ke depan yang sedang kami lakukan, bagaimana bisa mendeteksi tumor dengan cepat, dan lainnya. Jadi penelitian radiologi di bidang medis yang menavigasikan AI ini jadi tangangan. Kita berharap dapat membantu radiolog bekerja lebih cepat," tuturnya.
Selanjutnya ialah Prof Bambang Santoo Haryono yang berasal dari FIA, membahas mengenai analisis kebijakan publik yang beretika dengan Wise Integrated Strategic Ethics (WISE) Model. Model tersebut menjadi solusi menghadapi tantangan di era disrupsi.
"Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan publik kita dalam berbagai bentuk, baik dari peraturan pemerintah, dan lainnya, berkualitas rendah. Sehingga kebijakan publik yang ada gagal mencapai hasil seperti yang diharapkan," ujarnya.
Salah satu bentuknya ialah kebijakan yang serung benganti dan berubah dalam waktu yang cukup singkat. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan dibuat tidak berdasarkan analisis yang mendalam, tidak berbasis bukti dan objektif.
"Kebijakan gagal banyak penyebabnya. Mulai dari kebijakan yang buruk atau bad policy, kebijakan mungkin baik tapi implementasinya buruk atau bad implementation, dan kebijakan gagal karena bad luck," lanjutnya.
Prof Bambang menyoroti kebijakan gagal akibat bad policy yang diakibatkan analisis kebijakan yang terjebak dalam problematika integritas dan etika. Proses kompromi dengan berbagai kepentingan politi dan ekonomi membuat kebijakan ditentukan sebelum ada alasan.
"Jadi maunya kebijakannya bagaimana, lalu bagaimana menjustifikasi. Kerjanya terbalik, mengikuti pesanan atau kompromi dengan berbagai kepentikan. Ini bersoalan dengan etika dan integritas," ucapnya.
Melalui WISE Model, mengintegrasikan tiga elemen yakni penguatan kapasitas etika individu, pengawasan berbasis teknologi, dan penguatan organisasi profesi khusunya bagi analis kebijakan. Policy makers harus membuat kebijakan berdasarkan hasil analisis dari analis kebijakan publik.
"Analis kebijakan harus berfikir ke depan. Pada implementasi yang melibatkan banyak pihak, maka analis kebijakan harus punya kemampuan untuk komunikasikan kebijakan itu pada pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan," tuturnya.
Tak hanya Prof Bambang, Prof Edy Yulianto juga merupakan Guru Besar dari FIA. Ia memaparkan kosep S-Pinten untuk meningkatkan strategi daya saing UMKM. Dalam S-Pinten terdapat 3 hal yang diutamakan yakni pengembangan SDM, Pemasaran, dan Inovasi Teknologi.
"Manajemen SDM yang baik sangat diperlukan. Diawali dengan rekrutmen yang tepat, pengembangan, kompensasi dan motivasi sehingga terampil dan adaptif. Dengan demikian akan mudah menghadapi perubahan bisnis dari waktu ke waktu," ucapnya.
Dalam hal pemasaran, UMKM harus fokus pada 4P, yakni Product, Price dan Promotion. Termasuk melalui strategi pemasaran yang adaptis dan masuk dalam platform digitas agar jangkauan pasar semakin luas dan kualitas produk lebih baik.
"Inovasi teknologi jadi satu keharusan. Transformasi teknologi jadi wajib karena yang gak pakai akan tergilas. Dengan teknologi maka akan terdapat efisiensi operasional membuat biaya lebih rendah. Hubungan antara UMKM dan pelanggan menjadi lebih erat," tandasnya.(*)