Guru Besar UB Lawan Kebijakan Kemenkes, Pelemahan Kolegium Ancam Kualitas Pendidikan Dokter

20 Mei 2025 20:57 20 Mei 2025 20:57

Thumbnail Guru Besar UB Lawan Kebijakan Kemenkes, Pelemahan Kolegium Ancam Kualitas Pendidikan Dokter
Para Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) melakukan aksi protes terhadap kebijakan baru Kementerian Kesehatan, Selasa, 20 Mei 2025. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Para Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya (UB) secara terbuka menyuarakan keprihatinan serius terhadap kebijakan baru Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dinilai berpotensi mengancam kualitas lulusan dokter di Indonesia. 

Kekhawatiran utama terletak pada melemahnya peran kolegium dalam pendidikan kedokteran.

Kolegium memiliki peran dalam menyusun kurikulum, menetapkan standar kompetensi, menilai kelayakan rumah sakit, pembukaan prodi, hingga mengatur proses kelulusan dokter. Melalui kolegium, mutu pendidikan dokter dipantau untuk memastikan bahwa rakyat ditangani oleh orang yang sudah berkompeten.

"Kolegium itu penjaga mutu dengan menentukan standar kelulusan, dan sebagainya. Mereka yang mengawal bagaimana dokter tetap berperan aktif sesuai keilmuannya, profesionalisme dijaga oleh perhimpunannya, terkait etika ada dewan etik. Itu dalam rangka melindungi masyarakat," jelas Wakil Dekan I FK UB Mohammad Saifur Rohman, Selasa 20 Mei 2025.

Kebijakan baru Kemenkes membuat anggota kolegium langsung dipilih oleh Menteri Kesehatan. Inilah yang membuat para Guru Besar FK UB meradang. Sebab dikhawatirkan menghilangkan independensi dari kolegium kedokteran.

"Menjadi tidak ada independensi karena pemilihan langsung oleh Kemenkes. Padahal secara harfiah kolegium adalah kelompok ahli dalam bidang ilmu sehingga memang harus berkoordinasi dan diusulkan oleh perhimpunan ahli yang di mana itu adalah ahli profesi," ujar Dekan FK UB, Wisnu Barlianto.

Hilangnya independensi ini dikhawatirkan akan membuka celah bagi kepentingan non-akademik yang bisa menyusupi standar pembukaan prodi, pengawasan mutu, hingga kriteria kelulusan dokter. 

"Itu yang menjadi perhatian kita. Independensi daripada kolegium karena tugasnya sangat berat yaitu mengawal pendidikan supaya tetap terjamin kualitasnya," tegasnya.

Sorotan tajam juga ditujukan pada pelaksanaan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit (hospital based) yang diinisiasi Kemenkes. Meskipun bertujuan memenuhi kebutuhan dokter spesialis, program ini dinilai melenceng dari perencanaan.

"Mendidik spesialis menjadi seorang yang kompeten itu perlu waktu, pendidik, pasien, tempat yang standar. Saat ini belum ada rumah sakit yang memenuhi standar sehingga kualitasnya akan dipertanyakan ini kalau lulus betul-betul kompeten atau tidak," lanjutnya.

Seharusnya Kemenkes mampu membaca celah tersebut untuk melakukan perbaikan sistem dan penunjang lainnya. Para Guru Besar FK UB khawatir jika PPDS hospital based ini justru akan mengganggu bahkan mematikan PPDS berbasis universitas (university based) yang telah terbukti mencetak dokter-dokter berkualitas.

"Jangan sampai hospital based akan mematikan prodi university based yang sudah ada. Memang harus jelas bagaimana untuk roadmap pengembangan hospital based jadi tidak sampai meniadakan atau mematikan university based," tegasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Kementerian Kesehatan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya FK UB Pelemahan Kolegium kolegium Dokter UB