Alat Pertanian di Pacitan Naik Harga, Sabit Tetap Jadi Bestie Petani

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: M. Rifat

8 Juli 2024 13:01 8 Jul 2024 13:01

Thumbnail Alat Pertanian di Pacitan Naik Harga, Sabit Tetap Jadi Bestie Petani Watermark Ketik
Penjual alat pertanian, Misnanto (54), tengah melayani pembeli di lapaknya, depan Pasar Kebonagung, Pacitan (8/7/2024). (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Alat-alat pertanian seperti cangkul, sabit, dan parang mengalami kenaikan harga di Pacitan, Jawa Timur.

Alasannya, dipicu oleh kenaikan harga bahan baku dan ongkos operasional pembuatan.

Meskipun harganya naik, permintaan alat-alat pertanian ini masih tergolong tinggi. 

Pasalnya, para petani dan peternak tetap membutuhkan alat-alat tersebut untuk menggarap sawah dan mencari pakan ternak.

Salah satu penjual alat pertanian, Misnanto (54), asal Desa Sirnoboyo, Kecamatan Pacitan, mengatakan bahwa sabit menjadi alat yang paling laris di lapaknya.

Sabit digunakan oleh para petani untuk membersihkan atau mencari rumput di sawah.

"Sabit sudah seperti jadi kebutuhan pokok buat petani," terang Misnanto, kepada Ketik.co.id di Pasar Kebonagung, Senin (8/7/2024).

Setiap pagi hingga menjelang siang, Misnanto menggelar lapak di sejumlah pasar yang sedang pasaran.

Beragam alat pertanian dan rumah tangga, seperti sabit, cangkul, parang, pisau, dan lainnya, tersaji di lapaknya. 

"Semua buatan sendiri di rumah," ujar Misnanto, yang sudah lebih dari 20 tahun menggeluti usaha ini.

Di antara alat-alat yang dijualnya, sabit menjadi yang paling laris. Sabit sudah seperti kebutuhan pokok petani, untuk membersihkan rumput di sawah.

Sabit yang dijual Misnanto tersedia dalam berbagai ukuran dan harga. Semakin besar, harganya semakin mahal.

"Paling murah Rp 45 ribu, yang paling besar Rp 75 ribu," paparnya soal harga.

Setiap hari, Misnanto bisa menjual lima hingga sepuluh alat pertanian. Namun, jumlah ini tidak selalu stabil, tergantung pada ramai atau sepinya pasar.

"Pernah tidak terjual sama sekali," ungkapnya.

Meskipun demikian, Misnanto mengaku tidak pernah rugi. "Karena harganya itu naik terus," imbuhnya.

Misnanto mengaku, pembeli alat pertanian di lapak tak hanya berasal dari Pacitan saja, tetapi juga dari daerah lain seperti Ponorogo dan Trenggalek.

Di sisi lain, Suwandi, seorang pandai besi di Dusun Nglaos, Desa Banjarjo, mengaku produknya bersaing ketat dengan produk pabrikan.

Meskipun dibuat secara tradisional, masih banyak warga dan pedagang yang memanfaatkan jasanya untuk membuat atau memperbaiki alat-alat pertanian.

"Per hari rata-rata ada lima sampai sepuluh orang yang minta perbaikan alat," pungkasnya. (*)

Tags:

pacitan Harga Alat Pertanian