KETIK, JEMBER – Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (1/8/2023) siang.
RDP melibatkan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) wilayah Jember Selatan, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP), dan perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember.
Rapat tersebut merupakan buntut dari keluhan petani tembakau yang gagal panen terendam banjir, akibat dari hujan yang mengguyur Kabupaten Jember selama 2 hari berturut pada 7-8 Juli 2023 kemarin. DTPHP mencatat ada 2.098 hektar tanaman tembakau yang terdampak
Para petani menuntut agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember turun tangan membantu mereka yang menanggung kerugian. Mereka meminta agar pupuk subsidi bisa dialokasikan untuk komoditas tembakau, perbaikan sabuk gunung atau saluran irigasi, tanaman tembakau agar mendapatkan asuransi, serta restrukturisasi pinjaman kredit.
Pantauan di lapangan, belum ada langkah konkret yang bisa diambil sebagai jalan keluar permasalahan yang sedang dihadapi petani tembakau Jember. Hal itu disayangkan Ketua BPO DPC Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember, Jumantoro.
“Tidak ada solusi cepat yang diharapkan petani, padahal hari ini petani sangat membutuhkan ada langkah konkret yang bisa diselesaikan. Tapi kenyataannya semua menunggu regulasi. Saat petani butuh uluran tangan nyata harus menunggu waktu, sedangkan petani juga butuh makan dan support yg luar biasa,” ungkap Jumantoro usai rapat.
Sementara, Kepala DTPHP Imam Sudarmaji mengatakan pihaknya sudah berkirim surat kepada pemerintah provinsi dan pusat mengenai musibah yang sedang dialami di sektor pertanian. Menurutnya yang terjadi adalah force majeure atau kejadian luar biasa yang tidak bisa prediksi.
“Memang yang diharapkan petani adalah ingin tanam lagi kalau bisa dibantu pupuk subsidi, tapi itu ada aturan ya, dari pemerintah atas yang harus kita patuhi," jelas Imam.
Kata dia, petani tembakau yang bermitra dengan perusahaan mendapatkan bantuan bibit untuk penanaman kembali. Sedangkan yang sifatnya perorangan masih menunggu surat balasan dari pemerintah provinsi dan pusat.
“Untuk yang lain (perorangan) kami masih menunggu surat kejelasan dari provinsi dan pusat, kami menyampaikan kalau ada force majeur kejadian alam yang merugikan petani tembakau. Biasanya force majeure itu bisa cepat karena dampak dari korbannya banyak, itu bisa langsung (diselesaikan),” paparnya.
Sedangkan untuk perbaikan sabuk gunung yang butuh peremajaan, bukan wewenang dari DTPHP untuk memperbaiki. "Itu kan masuk irigasi, kewenangan daripada sumber daya air, cuma dampaknya ke pertanian," jelas Imam.
Berdasarkan hasil RDP, Sekretaris Komisi B DPRD Jember, David Handoko Seto, mengatakan pihaknya akan membantu mendesak pemerintah pusat agar bisa mengalokasikan subsidi pupuk komoditas tembakau.
“Alasan klasik bahwa tembakau ini ikon Kabupaten Jember. Banyak petani tembakau yg menanam adalah personal, bukan perusahaan besar. Yang nanam tidak banyak-banyak lah ada seperempat, setengah sampai 1 hektar lah,” papar David.
Biaya operasional petani tembakau membengkak akibat dari penghapusan subsidi pupuk petani tembakau. “Kami harap nanti ada pengecualian untuk Jember sebagai penghasil tembakau terbesar ini, juga menyumbang pajak retribusi cukai ke negara lumayan besar ini menjadi perhatian khusus,” tandas David.(*)