KETIK, BONDOWOSO – Bondowoso Republik Kopi (BRK) merupakan merek resmi milik Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang telah terdaftar dan memiliki legalitas dari Kementerian Hukum dan HAM.
BRK bukan sekadar nama, melainkan representasi dari upaya pemerintah, khususnya saat kepemimpinan Bupati Amin Said Husni, untuk meningkatkan kualitas dan daya saing kopi Bondowoso, demi kesejahteraan para petaninya.
Inisiatif ini melibatkan berbagai sektor, termasuk perbankan sebagai sumber permodalan, serta lembaga penelitian seperti Puslitkoka. Hasilnya, kopi Bondowoso berhasil naik kelas, baik dari segi kualitas maupun nilai jual.
Bahkan, kopi yang tumbuh di kawasan lereng Ijen-Raung dan Hyang Argopuro telah memperoleh status Indikasi Geografis (IG), menandakan keaslian dan keunikan produknya.
BRK pertama kali dideklarasikan pada 22 Mei 2016 dalam acara coffee morning di halaman Arabica Homestay Sempol, Kecamatan Ijen. Namun, selama periode pemerintahan 2018-2023, BRK tidak lagi menjadi fokus.
Kini, Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid bertekad menghidupkan kembali semangat BRK lewat konsep BRK Reborn. Ia berkomitmen melibatkan berbagai pihak, mulai dari lembaga keuangan untuk mendukung permodalan petani, hingga pelaku UMKM dalam rantai hilir untuk pengolahan dan pemasaran.
Menurutnya, Bondowoso sudah memiliki brand yang kuat dan tinggal dikembangkan secara menyeluruh. Bupati Hamid juga menceritakan pengalamannya saat mengunjungi Jerman, di mana nama Bondowoso belum dikenal di pasar Eropa.
Hal ini menjadi motivasi tersendiri untuk memperkenalkan kopi Bondowoso di tingkat global. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pemerintah akan memperbaiki seluruh rantai sektor kopi, mulai dari produksi, pengolahan, hingga penyajiannya.
Bahkan, Dinas Pertanian berencana mengembangkan varietas kopi unik khas Bondowoso. Menurutnya, meski kopi Bondowoso telah memiliki IG, sering kali saat dijual, nama daerahnya tidak ikut terangkat sehingga Bondowoso kehilangan nilai tambah.
Ia menekankan pentingnya pengolahan kopi menjadi produk setengah jadi atau produk jadi, terutama untuk pasar menengah ke atas, karena dapat memberikan keuntungan yang jauh lebih besar.
“Petani sering kali hanya menanam lalu menjual mentah. Padahal jika diolah dan dikemas dengan baik, bisa memberikan manfaat ekonomi yang besar, sekaligus menggerakkan sektor jasa,” tegasnya. (*)