KETIK, JEMBER – Pelayana di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Daerah (RSD) Kalisat mendapat keluhan dari salah satu keluarga pasien gawat darurat. Samin, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Mayang mengaku kecewa dengan pelayanan medis yang ia anggap kurang tepat dan cepat.
Hal ini bermula saat ibu mertuanya, Musliha yang mengalami kondisi kritis hingga harus dilarikan ke salah satu rumah sakit milik Pemkab Jember tersebut. Hal itu terjadi pada Jumat, 16 Mei 2025 lalu.
Namun, Samin menilai sang ibu mertua tidak mendapat penanganan medis secara tepat dan cenderung dibiarkan.
"Awalnya itu di rumah, ibu ini tidak sadar. Kemudian saya datangkan perawat sekitar pukul 2-3 dini hari. Saat itu, katanya pembuluh darah dimungkinkan ada yang pecah, lalu disarankan untuk dibawa ke rumah sakit," kata Samin saat dikonfirmasi pada Jumat lalu, usai memakamkan sang ibu mertua.
Dari saran perawat tersebut, lanjut pria yang dianggap sebagai tokoh masyarakat desa setempat, dan akrab disapa Ustaz Samin itu, sang ibu mertua, selanjutnya langsung diantar ke rumah sakit.
"Saat dalam perjalanan, petugas medis yang ikut mengantar ibu itu menyarankan agar ibu dibawa ke RS Bina Sehat. Tapi karena jaraknya menurut saya terlalu jauh, akhirnya saya bawa ke rumah sakit Kalisat," jelasnya.
"Masuk itu (IGD RSD Kalisat) diperkirakan subuh, langsung dirawat di IGD oleh salah satu perawat. Alhamdulillah waktu masuk, umi saya diterima dengan baik," sambungnya.
Saat di ruang IGD tersebut, kata Ustaz Samin, sejumlah perawat melakukan proses tindakan medis.
"Mulai disuntik, diinfus, dan lain sebagainya, juga dipasang alat bantu oksigen. Tapi ibu saya daruat malah ditinggal. Padahal waktu itu, ibu mertua saya tidak sadar dari rumah," katanya.
Dari penanganan medis itu, Ustaz Samin menilai adanya kejanggalan. Karena dari masuk IGD sampai pukul 10:00 WIB, tidak tampak perawatan lanjutan, dan juga tidak ada penjelasan detail dari pihak rumah sakit.
"Nah kemudian saya (inisiatif) tanya kepada perawat, disampaikan katanya menunggu dokter ahli. Tapi kondisi ibu mertua saya sudah (semakin) parah. Malah ada salah satu petugas medis ngomong gini. 'Saya mohon pamit ini boleh nggak saya tekan dada pasien?'. Tapi saya sudah tidak konsen, apalagi melihat kondisi ibu mertua saya," jelasnya sembari menirukan ucapan petugas medis tersebut.
Dari tindakan medis itu, lanjutnya, kondisi ibu mertua semakin darurat. Hingga kemudian, ibu mertuanya diketahui meninggal.
"Di monitor denyut jantung pasien, itu kan awalnya ada tulisan angka 221, entah apa artinya. Nah itu sampai angkanya hilang. Perawat tidak tahu, dan memang tidak pernah dilihat. Baru sudah ada kejadian (meninggal) baru dilihat ke arah monitor itu," ungkapnya.
Ia menyayangkan, karena dalam rentang waktu beberapa jam, pihaknya tidak mendapat penjelasan hingga sang ibu mertua terkesan dibiarkan begitu saja.
"Kami sangat sayangkan pelayanan medis itu. Tidak seharusnya sampai terjadi seperti ini. Seharusnya petugas medis dapat bertugas lebih profesional," imbuhnya dengan ekspresi kecewa.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Perawatan RSD Kalisat, dr. Oktavia Wahyu mengaku pihaknya sudah melakukan penanganan medis sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur).
Namun diakuinya ada beberapa kendala yang dialami selama masa observasi pasien.
"Dari penelusuran informasi kami terkait penanganan medis dan ada kematian di IGD itu. Pasien datang pukul 4.50 WIB kalau tidak salah. pasien tersebut sudah mendapatkan penanganan medis. Pasien dalam kondisi penurunan kesadaran," ujar dokter Oktavia.
Dari penanganan medis itu, ia membenarkan diagnosa medis sementara. Pasien mengalami serangan stroke atau pendarahan organ dalam.
"Jadi langsung mendapat tindakan medis, bukan tidak diapa-apakan. Hal itu sudah disampaikan ke keluarga pasien. Mungkin karena banyak keluarganya, tidak mungkin kami sampaikan kepada semuanya. Kami sudah menjelaskan kepada salah satu keluarga saat itu," ungkapnya.
Selanjutnya pasien ditangani dengan observasi ketat. Kondisi pasien, lanjutnya, sudah tercatat dalam rekam medis. Namun kendala itu diungkapkan, yakni ketiadaan alat CT Scan di RSD Kalisat.
"Observasi langsung ditangani dokter ahli saraf kami, dan dilakukan tambahan obat juga sudah kami lakukan. Selanjutnya harus dilakukan penanganan CT Scan untuk mengetahui kondisi medisnya di tempat (rumah sakit) lain, karena kami tidak punya alatnya (CT Scan) di rumah sakit," ujarnya.
Dengan kondisi tidak adanya alat CT Scan tersebut, menurut dokter Oktavia, pasien juga dalam kondisi tidak bisa dirujuk.
"Karena kondisinya dalam kegawatan tidak transportable, artinya tidak bisa dibawa untuk melakukan pemeriksaan CT scan. Sampai akhirnya pasien mengalami henti jantung," jelasnya.
Dari kegawatan itu, pihak rumah sakit kembali memberikan penjelasan kepada keluarga pasien.
"Menurut teman-teman di IGD tadi, sudah memberikan keterangan, sudah dijelaskan. Terus ada keluarga juga yang menerima. Malah juga ada yang sudah minta maaf, karena ada saudaranya yang marah-marah," tandasnya. (*)