KETIK, SUMENEP – Kasus perusakan lahan di Desa Errabu, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, kembali menjadi sorotan. Hal ini menyusul dugaan adanya kesaksian palsu yang disampaikan oleh Kepala Desa Errabu beserta sejumlah perangkatnya dalam proses penyelidikan kasus tersebut.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa Kepala Desa Errabu dan beberapa perangkat desa diduga memberikan keterangan kepada penyidik bahwa pemilik lahan, Abul Khair, telah memberikan izin penggarapan. Padahal, menurut pihak korban, Abul tidak pernah dimintai izin maupun memberikan persetujuan terkait aktivitas di atas lahannya.
Kuasa hukum korban, Erfan Yulianto menegaskan bahwa pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan fakta yang ada. Ia menyebut kesaksian itu tidak hanya menyesatkan, tapi juga berpotensi sebagai tindak pidana.
"Dugaan adanya kesaksian palsu ini sangat serius. Klien kami tidak pernah dimintai izin, apalagi memberi izin. Ini harus diusut tuntas," kata Erfan kepada wartawan, Senin, 19 Mei 2025.
Erfan meminta Polres Sumenep segera bertindak profesional dan menindaklanjuti dugaan kesaksian palsu tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kami mendorong Polres Sumenep agar tidak menunda-nunda dan segera memproses dugaan pidana ini secara objektif dan transparan," ujarnya.
Kasus perusakan lahan itu sendiri telah dilaporkan hampir setahun lalu. Namun hingga saat ini, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.
"Sudah terlalu lama. Korban menuntut kepastian hukum dan rasa keadilan. Jangan sampai kasus ini dibiarkan menggantung," tegas Erfan.
Upaya konfirmasi terhadap salah satu perangkat Desa Errabu berinisial W, yang disebut sebagai saksi kunci dalam perkara ini, belum membuahkan hasil. Hingga berita ini ditulis, W belum memberikan tanggapan.
Erfan menuturkan bahwa W pernah mendatangi rumah kliennya untuk menyampaikan informasi bahwa salah satu lahan milik kliennya adalah tanah percaton (tanah kas desa). Namun, menurut Erfan, lahan yang dirusak dan menjadi obyek laporan ke polisi adalah lahan berbeda.
"Ini dua kasus yang berbeda. Satu sisi ada lahan milik klien kami yang diklaim percaton, di sisi lain ada lahan lain yang digarap secara ilegal tanpa izin. Kami minta Polres Sumenep tidak terkecoh dan bisa memilah dengan cermat," jelasnya.
Ia menduga ada upaya untuk mengaburkan substansi perkara dengan mencampuradukkan dua objek lahan berbeda, demi melemahkan laporan yang sedang bergulir.
"Kami menduga ada upaya menggiring opini bahwa ini satu kasus, padahal berbeda. Polisi harus jeli dan netral," kata Erfan.
Pihaknya berharap proses hukum berjalan transparan dan tidak ada intervensi. Dugaan kesaksian palsu, menurutnya, adalah tindakan serius dan tidak boleh dibiarkan.
"Kami ingin keadilan ditegakkan. Jika dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah," pungkasnya. (*)