KETIK, PACITAN – Setiap pagi, Arya Dwi Afandi harus menempuh perjalanan kaki dari rumahnya di Dusun Laban, Desa Sambong, Pacitan, demi mencapai sekolah.
Ia hidup dalam keluarga penuh keterbatasan.
Ayahnya seorang buruh bangunan lepas yang bekerja tanpa kenal lelah untuk menghidupi keluarga. Ibunya, dengan tenaga yang tak kalah kuat, bekerja sebagai asisten rumah tangga demi tambahan penghasilan.
Arya adalah anak kedua dari tiga bersaudara. “Kakak saya kelas 2 SMA, adik saya bersekolah TK," kata Arya, Senin, 9 Juni 2025.
Perjalanan menuju sekolah bukanlah sesuatu yang mudah baginya.
Dengan tas sekolah yang tampak berat di punggungnya, Arya menapaki rute sepanjang 4-5 kilometer untuk menuju SMP, tempatnya bersekolah.
Ketika hujan datang, jalur setapak itu berubah menjadi jalan berlumpur yang membuatnya harus ekstra hati-hati agar tidak terjatuh.
Hanyalah mimpi, jika berharap diantar orang tuanya hingga ke depan gerbang sekolah layaknya siswa pada umumnya.
Di balik lelah dan lumpur yang menempel di sepatunya, ada mimpi besar yang menguatkan langkahnya.
"Pengen membantu meringankan beban orang tua," ucapnya.
Diterima di Sekolah Rakyat Pacitan
Secuil cahaya harapan ternyata berpihak kepada keluarga Arya.
Setelah melalui proses seleksi tahap pertama penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2025/2026, Arya dinyatakan lolos di Sekolah Rakyat Pacitan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA.
Keputusan Arya untuk mau mendaftar ke sekolah tersebut merupakan bagian dari upayanya mencari akses pendidikan yang lebih terjangkau dan mendukung kondisi keluarganya.
Arya mengaku sangat bersyukur. "Karena ada sistem asrama, saya bisa lebih fokus belajar tanpa harus terkendala oleh jarak," ucapnya.
Dia berujar, belum menentukan pilihan pasti untuk jenjang pendidikan selanjutnya, namun ia menyatakan ingin melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi, jika memungkinkan.
“Kalau ada kesempatan, saya ingin melanjutkan ke sekolah kedinasan. Agar bisa mengabadikan diri kepada masyarakat,” pintanya. (*)