Dua Warga Jember Diduga Korban TPPO Bersaudara, Ibunya: Tolong Bantu Anak Saya Pulang

9 April 2025 12:22 9 Apr 2025 12:22

Thumbnail Dua Warga Jember Diduga Korban TPPO Bersaudara, Ibunya: Tolong Bantu Anak Saya Pulang Watermark Ketik
Tutik Suhartini (dua dari kiri), ibu dua WNI yang diduga korban TPPO di Kamboja saat bertemu dengan Sekretaris Komisi D DPRD Jember dari Fraksi PDIP, Indi Naidha. (Atta/ Ketik.co.id)

KETIK, JEMBER – Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dialami dua warga asal Jember, Jawa Timur. Yakni Balqis Safira Nur Firdausi (23) dan Thariq Wachid Ismail (27). 

Saat ini kedua warga asal Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates, Jember itu dalam proses penanganan. 

Belakangan baru diketahui jika kedua korban adalah saudara kandung. Saat ini Ibu kedua korban, Tutik Suhartini berharap agar kedua anaknya itu bisa kembali pulang ke rumah.

Diungkapkan oleh perempuan berumur 56 tahun itu, dua bersaudara asal Jember itu nekat merantau ke Kamboja karena bujuk rayu seseorang. 

Serta berniat  bekerja di luar negeri untuk mendapat penghasilan lebih baik membantu kedua orang tuanya.

"Awalnya anak saya itu (Thariq Wachid Ismail) kenal punya teman, terus kemudian diajak kerja, katanya di digital advertising kemudian ditaruh di Surabaya dikasih apartemen. Sempat video call sama saya, namanya anak-anak masih umur 2 bulan (baru lulus SMA). Alhamdulillah bangga. Terus habis itu adiknya (Balqis Safira Nur Firdausi) diajak kurang lebih satu bulan, mereka dipindah ke ke Batam. Di Batam itu sekitar satu atau 2 bulan," ujar Tutik saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di Jember, Rabu (9/4/2025).

Saat berada di Batam itu, lanjutnya, kedua korban diarahkan untuk membuat paspor. Guna persyaratan bekerja ke luar negeri.

"Saat itu saya tanya, Kok tidak pulang? Dijawab katanya kerasan, kemudian disampaikan kalau mau buat paspor. Saya kembali tanya, buat apa? Ke Kamboja," katanya menirukan percakapan lewat video call saat itu.

Saat disampaikan untuk merantau ke Kamboja, Tutik mengaku khawatir. Namun kedua anaknya berusaha meyakinkan Tutik pekerjaan yang dilakoni aman.

"Saya bilang apa tidak takut ke Kamboja? Dijawab lagi, katanya berangkat satu tim. Saat itu sempat pulang (ke Jember) buat paspor, dan saya antar kembali ke Surabaya untuk berangkat. Tapi saat itu tidak langsung ke Kamboja, namun kembali ke Batam dulu. Kemudian berangkat ke Kamboja," ulasnya.

Dalam proses keberangkatan itu, kata Tutik, komunikasi dengan kedua anaknya masih lancar. Diketahui kedua anaknya itu berada di Batam, kemudian menyeberang ke Singapura.

"Di Singapura dua hari, kemudian berangkat lagi katanya. Disampaikan anak-anak saya berada di daerah perbatasan, antara Thailand dengan Kamboja. Saya tidak tahu nama daerahnya. Di sana bekerja di sebuah perusahaan, anak saya Thariq mengajari juga mengajari teman-temannya tentang IT," ujarnya menceritakan awal keberangkatan kedua anaknya.

Lebih lanjut kata Tutik, entah berapa lama bekerja di perusahaan tersebut. Kedua anaknya kemudian dikabarkan berpindah ke perusahaan lain di Kamboja. Saat di perusahaan kedua tersebut, mulai muncul persoalan.

"Anak-anak kurang lebih 2,5 tahun di luar negeri, sejak Oktober 2022. Posisi terakhir di Kamboja. Sekitar tahun 2024 Ayahnya meninggal. Thariq sempat pulang, tapi untuk Balqis masih di sana. Kemudian setelah pemakaman ayahnya, Thariq kembali ke sana (Kamboja) untuk kerja itu," jelasnya.

"Karena ayahnya sudah tidak ada, mereka ingin pulang. Tapi paspornya ditahan oleh perusahaan. Kemudian disampaikan jika ingin pulang harus nebus Rp100 juta. Saat itu saya bingung cari pinjaman kemana. Akhirnya anak-anak nekat kabur, setelah saya nekat cari pinjaman uang Rp 13 juta. Mereka pun kabur," sambungnya.

Dalam upaya menyelamatkan diri itu, kedua anaknya berjuang untuk sampai ke kantor KBRI di Kamboja. Saat itu, salah satu korban Thariq dalam kondisi sakit.

"Mereka kabur beruntung bertemu seseorang asal Indonesia bernama Veru, temannya Thariq. Dibantu naik taksi, mereka kabur ke Phnom Penh (Ibukota) Kamboja untuk ke KBRI. Saat dalam perjalanan, Thariq sakit dan mereka sempat menyerah. Bilang kalau mereka sudah capek, apalagi Thariq tidak bisa jalan lagi, pasrah dan bilang rela mati di sana. Saya takut dan kepikiran," ungkapnya dengan nada lirih dan sedih sembari menangis.

"Sekarang mereka berada di sana. Tapi karena KBRI masih tutup. Mereka sementara tinggal di tempat aman di sana. Saya berharap, tolong bantu anak saya pulang. Saya dibantu sampai ke Bu Indi (anggota DPRR Jember) ini, karena saya tidak tahu harus kemana. Saya mohon untuk mengusulkan ke ke pusat. Supaya anak saya segera pulang karena nyawa anak saya juga terancam. Tolong bantu anak saya pulang," imbuhnya.

Terkait kejadian ini, ibu korban dibantu temannya untuk meminta tolong kepada Sekretaris Komisi D DPRD Jember Indi Naidha.

Kata Indi, saat ini terkait kondisi kedua korban. Dalam proses dan upaya pemulangan ke Indonesia, juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat serta Anggota DPR RI.

"Dari kejadian ini, ibu ini datang ke saya. Informasi yang saya dapat kedua anaknya sudah bekerja 2 tahun di Kamboja. Tidak dapat gaji sesuai janji, dan juga ada penyekapan. Dari informasi kami, ada 5 orang yang lainnya. Dua ini asal Jember," ujar Indi.

Dari upaya untuk menolong WNI yang diduga tidak bisa pulang itu. Lebih lanjut kata legislator asal PDI Perjuangan ini, pihaknya melakukan upaya koordinasi.

"Kami dari DPRD Jember berkoordinasi dengan Bang Nico Siahaan Anggota Komisi 1 DPR RI, dengan asprinya Mbak Puan Maharani yang juga Sekretaris DPP Banteng Muda Indonesia. Alhamdulillah terprogres para korban upaya dibantu di KBRI di sana," ujarnya.

"Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan Disnaker Provinsi Jatim. Semoga upaya ini ada hasil dan bisa segera pulang ini," imbuhnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Jember TPPO perdagangan orang Indi Naidha Kamboja PDIP DPRD Jember Nico Siahaan DPR RI