KETIK, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melakukan pemblokiran sementara platform Internet Archive (Archive.org). Langkah ini ditegaskan sebagai upaya perlindungan masyarakat yang terukur dan telah melalui prosedur hukum yang berlaku.
Keputusan tersebut diambil setelah ditemukan sejumlah konten yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya yang bermuatan perjudian online (judol) dan pornografi.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa pemblokiran ini bukan keputusan gegabah.
“Langkah ini bukan sekadar pemblokiran. Juga tidak diambil dengan gegabah. Kami telah berupaya berkomunikasi dengan pihak Internet Archive melalui surat resmi sebanyak beberapa kali, namun tidak mendapat respons yang memadai. Jadi langkah cepat harus diambil untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman bagi masyarakat,” tegas Alexander Sabar.
Alexander menambahkan, ketika sebuah platform mengabaikan komunikasi regulator dan pada saat bersamaan ditemukan pelanggaran serius, pemblokiran adalah langkah terakhir yang harus diambil. Ia juga menekankan bahwa pemblokiran ini bukanlah kebijakan mendadak. Kemkomdigi telah melalui proses komunikasi resmi, termasuk pemberitahuan berkala, analisis konten, dan koordinasi internal.
“Kami tidak pernah tiba-tiba menekan tombol blokir. Ada proses panjang yang kami tempuh, termasuk memberikan waktu kepada platform untuk merespons dan menindaklanjuti temuan kami,” katanya.
Sebagai platform global dengan jutaan pengguna, Internet Archive dinilai memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum di negara tempat layanannya tersedia.
“Kami menyadari nilai Internet Archive sebagai arsip digital dunia. Tapi nilai itu tidak bisa dijadikan tameng untuk membiarkan konten berbahaya dan melanggar hukum tetap tersedia di Indonesia,” tegas Alexander.
Penemuan konten pornografi dan perjudian online menjadi perhatian utama Kemkomdigi. Kedua jenis konten ini, menurut UU ITE dan regulasi digital nasional, tergolong pelanggaran serius. Kemkomdigi berkomitmen penuh untuk menjaga ruang digital dari paparan konten yang membahayakan masyarakat, terutama generasi muda.
“Ruang digital kita tidak boleh jadi ladang subur konten yang merusak. Kami di Kemkomdigi punya mandat untuk menertibkan itu, dan setiap langkah yang kami ambil adalah demi perlindungan publik,” ujar Alexander.
Ia juga menegaskan bahwa Kemkomdigi tidak menutup pintu dialog, namun jika tidak ada respons, negara wajib bertindak tegas.
“Kami lebih memilih komunikasi dan koreksi, bukan sanksi. Tapi jika itu tak mungkin, maka perlindungan masyarakat harus jadi prioritas,” imbuhnya.
Selain konten berbahaya, Kemkomdigi juga menemukan sejumlah konten di Internet Archive yang berpotensi melanggar hak cipta. Internet Archive sebagai platform penyimpanan digital mengarsipkan jutaan buku, film, musik, dan perangkat lunak, beberapa di antaranya masih dilindungi hukum kekayaan intelektual.
“Indonesia punya UU Hak Cipta. Kami juga bertanggung jawab melindungi industri kreatif nasional dari pembajakan digital. Maka konten-konten yang belum jelas status lisensinya perlu dievaluasi bersama,” ungkap Alexander.
Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap pelaku kreatif dalam negeri.
“Kalau ada buku atau film karya anak bangsa diarsipkan tanpa izin, tentu itu merugikan kreator kita. Negara tak bisa diam,” tegasnya.
Alexander juga menegaskan bahwa pemblokiran ini bersifat sementara, bukan permanen. Akses terhadap Internet Archive akan kembali dibuka setelah Kemkomdigi memastikan konten yang melanggar telah dibersihkan dan sistem moderasi platform diperkuat.
Langkah pemblokiran ini disebut sebagai bentuk eskalasi untuk membangun komunikasi yang sebelumnya tidak berjalan. Alexander menyebut, pengalaman menunjukkan bahwa beberapa platform baru merespons serius setelah pemerintah mengambil tindakan tegas.
“Ini sudah jadi praktik umum dalam diplomasi digital. Ketika komunikasi tak berjalan, tindakan konkret bisa jadi penggerak solusi. Kami sudah lakukan itu dengan platform besar lainnya seperti YouTube, Google, dan TikTok,” katanya.
Pembatasan terhadap platform digital global bukanlah hal baru dalam praktik internasional. Alexander mencontohkan beberapa negara seperti Tiongkok, Rusia, India, dan Turki yang pernah atau sedang memblokir sebagian atau seluruh akses ke Internet Archive karena alasan serupa.
“Tiongkok sudah memblokir sejak 2012, Rusia pernah blokir selama dua tahun, India memblokir sebagian akses karena konten sensitif, Turki juga sempat membatasi. Jadi ini bukan hal yang aneh dalam konteks pengelolaan kedaulatan digital,” ujar Alexander.
Menurutnya, negara-negara tersebut tidak membenci Internet Archive, tetapi mereka menuntut kepatuhan terhadap regulasi domestik.
“Kalau platform bisa patuh di negara lain, mereka juga harus patuh di sini,” ujarnya.
Alexander kembali menekankan bahwa Kemkomdigi terbuka untuk bekerja sama dengan semua platform digital global selama ada komitmen untuk menghormati hukum nasional.
“Komunikasi tetap terbuka. Kami ingin platform-platform seperti Internet Archive terus hadir, tetapi hadir dengan etika dan kepatuhan. Kami ingin ruang digital Indonesia menjadi tempat yang aman, bermanfaat, dan berdaya saing,” ujarnya.
Kemkomdigi berkomitmen akan terus memperkuat pengawasan digital dengan pendekatan yang tegas namun adil, progresif namun tetap mengedepankan dialog.
“Pada akhirnya, yang kami jaga bukan sekadar sistem atau teknologi, tetapi manusia di balik layar, anak-anak kita, keluarga kita, generasi masa depan,” pungkasnya.(*)