Kuota Benur Pacitan 2025 Ditetapkan 9 Juta Ekor, Ini Alur Legalnya

30 Mei 2025 16:43 30 Mei 2025 16:43

Thumbnail Kuota Benur Pacitan 2025 Ditetapkan 9 Juta Ekor, Ini Alur Legalnya
Pengembalian ke laut benih bening lobster (benur) selundupan yang berhasil digagalkan jajaran Polres Pacitan dan TNI AL. Dalam operasi dini hari, Rabu (28/5/2025), aparat menangkap dua pria yang kedapatan membawa 27.650 ekor benur tanpa dokumen perizinan sah. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Penangkapan benih lobster (benur) oleh nelayan Pacitan dijatah sebanyak 9 juta ekor pada tahun 2025.

Kepala Dinas Perikanan Pacitan, Bambang Marhendrawan, mengatakan, angka tersebut diperoleh dari pengajuan yang dilakukan oleh kelompok usaha bersama (KUB) nelayan, dan kemudian disetujui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

“Untuk kuota penangkapan benur tahun 2025, Kabupaten Pacitan disetujui 9 juta ekor per tahun. Dan itu bisa dievaluasi secara berkala, bisa jadi diturunkan bisa juga naik,” paparnya, Jumat, 30 Mei 2025.

Bambang menjelaskan, proses distribusi dan tata niaga benur sangat ketat dan harus sesuai prosedur, sebab komoditas ini rawan diselundupkan.

Ia menekankan bahwa meskipun kegiatan penangkapan dilakukan oleh nelayan atau KUB yang memiliki izin resmi, distribusi yang tidak sesuai aturan tetap tergolong ilegal.

“Distribusinya itu sangat riskan karena harus ada surat jalan. Itu kewenangan pemkab, dan harus ada pengajuan dari KUB,” jelasnya.

Alur Legal Tata Niaga Benur

Jalur legal perdagangan benur dimulai dari tangan nelayan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan mengantongi izin resmi.

“Jumlah KUB di Pacitan yang sudah mengantongi izin resmi saat ini ada 25,” ungkap Bambang.

Benur yang ditangkap dikumpulkan di KUB, lalu diperiksa oleh petugas Dinas Perikanan—dihitung dan diidentifikasi jenisnya: pasir, mutiara, atau bambu.

Setelah itu, diterbitkan Surat Keterangan Asal Benih (SKAB) sebagai dokumen legal awal.

Benur bersertifikat kemudian diserahkan ke BLU atau UPT resmi KKP untuk dirawat sementara sebelum dikirim ke luar negeri.

Namun, sebelum ekspor, benur harus lolos pemeriksaan Balai Karantina Ikan dan mendapatkan Sertifikat Kesehatan Ikan—ibarat kelayakan ekspor.

Ia menambahkan, setiap pengurusan surat jalan dikenai retribusi ke PAD Pacitan sebesar Rp50 per ekor benur.

Regulasi ini, lanjut Bambang, diatur dalam peraturan daerah dan bisa dievaluasi setiap dua hingga tiga tahun.

“Kita juga harus berpihak kepada nelayan, sambil terus mengedukasi mereka pelan-pelan,” katanya.

Sebagai informasi, harga benur di tingkat nelayan Pacitan saat ini anjlok hingga hanya Rp2.500 per ekor.

Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 24 Tahun 2024 tentang Harga Patokan Terendah Benih Bening Lobster (Puerulus) di Tingkat Nelayan, harga minimal yang diterima nelayan ditetapkan sebesar Rp8.500 per ekor.

Infografis: Alur Legal Tata Niaga Benur:

  • Nelayan → Pengepul/Koperasi/KUB (berizin), Koperasi → Ajukan surat jalan/SKAB ke Pemkab (Dinas Perikanan: Menghitung jenis benur, verifikasi) → BLU Kementerian Kelautan→Ekspor ke luar negeri melalui BLU. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan