KETIK, KEDIRI – Puluhan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Rektorat pada Rabu, 26 Februari 2025.
Dalam aksi tersebut, mereka menyuarakan berbagai tuntutan, termasuk transparansi anggaran, perbaikan mekanisme program Baca Tulis Al-Qur'an (BTQ) dan Praktik Ibadah (PIBD), serta kepastian terkait transisi IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Selain itu, mahasiswa juga mendesak pihak kampus untuk bertindak tegas terhadap dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan akademik.
Mereka menuntut adanya kejelasan mengenai langkah-langkah yang telah dan akan diambil oleh pihak rektorat dalam menangani kasus tersebut.
Aksi ini berlangsung dengan berbagai bentuk protes, termasuk orasi dari perwakilan mahasiswa, pembentangan poster berisi tuntutan, serta pembakaran ban bekas sebagai simbol kekecewaan atas lambatnya respons kampus terhadap berbagai permasalahan yang mereka angkat.
Koordinator aksi, Ahmad Yusuf, menegaskan bahwa demonstrasi ini merupakan bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap minimnya keterbukaan dan lambatnya penanganan isu-isu krusial di kampus.
"Kami menuntut kejelasan dari pihak rektorat terkait dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi di beberapa fakultas," jelas Ahmad Yusuf.
"Selain itu, transparansi anggaran dan pembenahan mekanisme BTQ dan PIBD juga menjadi perhatian utama kami. Jika tidak ada langkah nyata, kami akan terus mengawal isu ini," sambungnya.
Menurut Ahmad, Aliansi Mahasiswa IAIN Kediri sebelumnya telah menerima banyak keluhan terkait dampak efisiensi anggaran terhadap mekanisme perkuliahan. Ia menegaskan bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam jika tuntutan mereka diabaikan oleh pihak kampus.
Menanggapi aksi tersebut, Rektor IAIN Kediri, Wahidul Anam, menyatakan bahwa pihaknya menghargai demonstrasi sebagai bentuk aspirasi mahasiswa.
Ia menjelaskan bahwa proses transisi IAIN menjadi UIN masih dalam tahap akhir di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) dan hanya tinggal menunggu tanda tangan Presiden.
"Secara administratif dan substantif, pengajuan perubahan status ini sudah dilakukan sejak 2022. Kami berharap peralihan ini bisa selesai pada Ramadhan tahun ini," jelas Wahidul Anam.
Terkait tuntutan transparansi anggaran, ia menegaskan bahwa pihak kampus akan menjalankan keterbukaan anggaran sesuai regulasi yang berlaku.
"Kami memastikan semua berjalan secara transparan dan membuka ruang dialog bagi mahasiswa untuk bersama-sama mengawal proses ini," tambahnya.
Dalam hal dugaan pelecehan seksual, Wahidul Anam menegaskan bahwa kampus berkomitmen untuk menindak tegas segala bentuk kekerasan seksual.
"Kami masih menunggu informasi lebih lanjut terkait kasus ini, tetapi yang pasti, kekerasan seksual tidak boleh dibiarkan terjadi di lingkungan akademik," bebernya. (*)