Merayakan 100 Tahun Premoedya Bersama Soesilo Toer di Kota Malang

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Mustopa

3 Februari 2025 06:02 3 Feb 2025 06:02

Thumbnail Merayakan 100 Tahun Premoedya Bersama Soesilo Toer di Kota Malang Watermark Ketik
Soesilo Toer saat menghadiri peringatan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer di Kota Malang. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Pada 6 Februari 2025 nanti menjadi peringatan 100 tahun sang maestro di dunia sastra, yakni Pramoedya Ananta Toer. Komunitas Sabtu Membaca turut serta untuk merayakan karya-karya dari Pram, bersama sang adik yakni Soesilo Toer di Kota Malang.

Soes bercerita bahwa keahlian Pram ialah menggabungkan realita dan fiksi untuk dituangkan dalam karya-karyanya. Karya-karya Pram lebih dari sekadar sastra, melainkan memoar yang dikemas dengan apik melalui narasi fiksi.

Pram tak hanya mengabadikan setiap lini peristiwa yang dihadapi, namun juga menyamarkan realita di dalam tokoh dan kisah yang ia tulis. Tak heran jika sudah enam kali Pram diusulkan sebagai sastrawan Indonesia penerima nobel.

"Itulah Pram, dia ahli dalam menggabungkan antara nyata dan fiksi. Sampai-sampai Pram menjadi kandidat penerima nobel hingga enam kali," ujarnya, Minggu 2 Februari 2025 malam.

Soesilo paham bahwa meraih nobel bukanlah hal yang ia inginkan. Melalui karyanya, Pram ingin mengungkapkan realitas yang ada di masyarakat. Pram memiliki keberpihakan yang tegas dan membuktikan adanya tugas sosial yang terkandung dalam karya sastra.

"Pram tidak ingin itu (nobel). Seperti yang dia katakan dalam karyanya bahwa duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku adalah bumi manusia dan persoalannya," tegasnya.

Soes juga menceritakan latar belakang karya Pram yang bertajuk Perburuan. Karya tersebut ditulis Pram saat menjadi tahanan Belanda di Bukit Duri. Sebelumnya, Pram ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Pulau Edam lalu dipindahkan ke Bukit Duri.

"Dia minta kertas dan pensil dan dari situ Pram mulai belajar menulis. Dia punya kamar tidur sendiri. Malam hari saat ada sweeping dari Belanda, pensil Pram tergeletak di tempat tidurnya, sebelum ketahuan buru-buru disembunyikan," jelasnya.

Agar tidak ketahuan oleh Belanda, kertas-kertas miliknya ia sembunyikan di bantal. Pram bahkan menyembunyikan pensil dengan memasukkannya ke anus. Meskipun hanya ditulis dalam waktu seminggu, namun pada 1950 novel Perburuan berhasil terbit setelah menang Sayembara Balai Pustaka.

Pram yang menunjukkan realita dan keberpihakannya pada masyarakat tertindas menjadikan karya-karyanya ditakuti oleh rezim yang berkuasa. Terlebih Pram sering dianggap sebagai anggota dari PKI.

"Pram prinsip hidupnya adalah kebebasan. Dia dituduh sebagai Lekra dan PKI, padahal bukan. Pram mendambakan kebebasan, tidak pernah ikut Lekra, hanya sebagai anggota kehormatan," ungkapnya.

Terpilihnya Pram sebagai anggota kehormatan Lekra dimulai ketika ia diminta memberi sambutan saat kongres Lekra di Solo. Rupanya Pram berhasil menarik perhatian Nyoto, pendiri Lekra dan mengusulkannya untuk dijadikan sebagai anggota kehormatan.

"Saat ada seminar kebudayaan di Bali, Pram diundang dan naskahnya mau dibaca Nyoto. Pram menolak. Kalau dia anggota Lekra kan harus tunduk. Itu dibenarkan oleh AA Navis. Kenal komunis bukan berarti harus jadi komunis," tegasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Soesilo Toer Pramoedya Ananta Toer Seabad Pramoedya 100 Tahun Prmoedya Ananta Toer Kota Malang