Nasib UMKM Eks Lokalisasi Dolly, Terimbas Efisiensi atau Pemkot Surabaya Tak Peduli?

19 Februari 2025 15:51 19 Feb 2025 15:51

Thumbnail Nasib UMKM Eks Lokalisasi Dolly, Terimbas Efisiensi atau Pemkot Surabaya Tak Peduli? Watermark Ketik
Para pekerja KUB Mampu Jaya yang merupakan ibu rumah tangga di sekitar lingkungan. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Kawasan eks lokalisasi Dolly di Surabaya terus bertransformasi menjadi pusat ekonomi kreatif yang dinamis. Berbagai inisiatif telah diluncurkan untuk mendukung perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di area ini.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan masih dihadapi oleh para pelaku UMKM di kawasan eks lokalisasi terbesar di Asia Tenggara ini.

Beberapa usaha mengalami penurunan, bahkan gulung tikar, seperti yang dialami oleh beberapa UMKM makanan dan minuman.

Tak hanya itu, beberapa aset bangunan bekas lokalisasi yang telah dibeli oleh pemerintah kota belum difungsikan secara optimal, sehingga potensi ekonomi belum sepenuhnya tergarap.

Dijelaskan oleh Yuni Triwijayati sebagai Penanggung Jawab Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya yang menerima pesanan alas kaki untuk hotel.

Gedung yang digunakan KUB ini merupakan eks tempat Wisma Barbara ini memiliki 6 lantai. Yang digunakan hanya lantai 1 hingga 3.

"Yang dipakai cuma lantai 1 dan 2, yang di lantai 3 ini ya dipakai pelatihan UMKM, terus untuk lantai 4 sampai 5 keatas ini kosong," terangnya pada Selasa 18 Februari 2025.

Yuni mengungkapkan saat dulu ada beberapa rencana untuk mempergunakan lantai atas bangunan tersebut misalnya akan dipergunakan untuk puskesmas dan tempat pelatihan UMKM.

Mengenai ramainya pesanan untuk saat ini, Yuni menjelaskan hingga saat ini KUB yang dimiliki oleh Pemkot Surabaya tidak mengalami penurunan pesanan meskipun dunia perhotelan sedang terkena imbas efisiensi.

"Kalau hari ini masih bertambah, Minggu kemarin itu 7 ribu, satu hotel itu kan 2000 pasang, ada yang 1500," tuturnya.

 

Foto Gedung KUB Mampu Jaya yang berada di Jalan Dolly Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)Gedung KUB Mampu Jaya yang berada di Jalan Dolly Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)



Perbandingan antara pesanan di tahun 2024 dan di tahun ini, Yuni merasa banyak di tahun kemarin karena di tahun lalu setiap harinya ia mampu mengerjakan perminggu mencapai 16 ribu.

"Kita menerima Surabaya, dan luar kota juga Makassar, Bali soalnya kemarin itu kebanyakan Makassar," jelas Yuni.

Harga sandal hotel per pasang yaitu mencapai Rp 2200 tergantung ketebalan alas dan sablon tersebut.

Produksi dari KUB Mampu Jaya kali ini tergantung pada ketersediaan bahan baku sandal hotel, dan para pekerja ini berasal dari lingkungan sekitar.

Mengenai kekhawatiran soal efisiensi kedepan, Yuni mengungkapkan jika usahanya tersebut tergantung pada keadaan hotel.

"Takutnya ya, kalau hotelnya berhenti ya kita berhenti nggak ada pesanan, kalau hotelnya tetap jalan ya otomatis harus pakai itu (produk), kebanyakan hotel juga ada yang dicuci lagi (sandalnya) saya tahu sendiri," ucapnya.

Soal upaya pemerintah dalam mendampingi UMKM di wilayah Dolly, Yuni menyebut masih terus dipantau oleh dinas terkait.

"Masih pantauan dinas itu tapi sekarang kita jalan sendiri, ke hotel-hotel sendiri untuk menawarkan," terangnya.

Namun, nasip berbeda salah satu pelaku UMKM yang dulu produknya menembus pasar internasional tetapi sekarang sepi tak ada pemesanan.

 

Foto Pemilik Usaha Samijali Roro Dwi. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)Pemilik Usaha Samijali Roro Dwi. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)


Pemilik UMKM Samiler Jarak Dolly (Samijali) Roro Dwi Prihatin yang memproduksi kerupuk samiler mengungkapkan saat ini tidak lagi terus melakukan produksi. Padahal produknya tersebar di dua titik Kota Surabaya yaitu di Mal Siola dan di kawasan Merr.

"Sekarang belum ada yang kontak (order), aku sekarang ngontrak, setiap bulan bayar listrik padahal belum ada orderan," tuturnya.

Dwi menjelaskan produknya memiliki keunikan, bukan hanya kerupuk samiler biasa namun dengan kombinasi berbagai rasa.

"Kalau punyaku ada rasa-rasa terus rasanya lebih kress, enaknya tipis. Kalau originalnya ya ada rasa gurih dan manis dari ketelanya itu," jelasnya.

Ia mengungkapkan saat dipimpin oleh Tri  Rismaharini UMKM di kawasan Dolly sangat diperhatikan hingga para UMKM tersebut dapat mengalami peningkatan omzet.

"Dulu pertama buming itu satu bulan Rp 27 juta tahun 2015, 2016, 2017 itu dibantu GMH ITS," jelasnya.

"Kalau dulu Bu Risma tamu itu dikasih batik, sandal dan Samijali sekarang Pak Eri nggak begitu," imbuhnya.

Hingga saat ini, Pemkot Surabaya juga belum ada pendampingan lebih dekat untuk meningkatkan omzet UMKM Samijali.

"Kalau sampean jual sekian di Siola itu dinaikkan nilai harganya, sampean dapat semuanya. Cuma dulu kita diajak kemana-mana sekarang mungkin gantian ya," ucapnya.

Dwi berharap agar UMKM Samijali ramai seperti sedia kala yang mampu mengangkat perekonomian keluarganya pasca penutupan Lokalisasi Dolly.

"Seperti dulu lagi, ramai jualannya," pungkas Pemilik UMKM Samijali.

Sejak penutupan resmi lokalisasi Dolly pada tahun 2014, Pemerintah Kota Surabaya telah menginisiasi berbagai program untuk mengubah citra negatif kawasan ini menjadi lebih positif.  (*)

Tombol Google News

Tags:

Eks Lokalisasi Lokalisasi Dolly UMKM Surabaya Pemkot Surabaya Efisiensi KUB Mampu Jaya Surabaya