KETIK, SURABAYA – Hari ini Provinsi Jawa Timur merayakan hari jadinya ke-79 tahun. Provinsi yang secara geografis berada di wilayah paling timur Pulau Jawa ini sudah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak awal kemerdekaan.
Ini terlihat dari usia Jawa Timur yang sama seperti Kemerdekaan Indonesia, yakni 79 tahun.
Jika menilik sejarahnya, salah satu dari delapan provinsi tertua di Indonesia ini memiliki jejak menarik sejak zaman kerajaan.
Jawa Timur telah melalui perjalanan sangat panjang untuk membentuk struktur pemerintahan dan kewilayahannya.
Berdasarkan sumber-sumber epigrafis pada Prasasti Dinoyo, sejak tahun 770 atau sekitar abad VIII di Jawa Timur sudah muncul satuan pemerintahan, Kerajaan Kanjuruhan di Malang dengan situs yang sampai sekarang masih diperdebatkan.
Masuk abad X, Jawa Timur berada di fase baru. Yang semula adalah daerah pinggiran Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah, lalu menjadi pusat kekuasaan berbagai kerajaan.
Kerajaan tersebut antara lain Medang (937-1017), Kahuripan (1019-1049), Daha-Janggala (1080-1222), Singasari (1222-1292) dan Majapahit (1293-1527).
Tokoh yang paling berjasa karena berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Jawa Timur adalah MPU Sendok (929-947).
Saat itu, struktur pemerintahannya hierarki terdiri dari Pemerintah Pusat (Kraton), Watek (Daerah) dan Wanau (Desa). Struktur seperti ini masih bertahan sampai abad XIII zaman Singasari.
Di abad tersebut, terjadi perkembangan baru dalam struktur ketatanegaraan di Jawa Timur. Hal ini ditandai dengan munculnya struktur baru, yaitu Nagara. (provinsi). Sehingga struktur pemerintahan Singasari terdiri dari Pusat (kraton), Nagara (Provinsi), Watek (Kabupaten) dan Wanau (Desa).
Struktur ini akhirnya mendapat penyempurnaan pada masa Kerajaan Majapahit (1294-1755). Wilayahnya terbagi secara konsentris menjadi Kuthagara/ Nagara (pusat/kraton), Negaragung (provinsi dalam), Mancanagara (provinsi luar), Kabupaten dan Desa.
Pada masa Mataram Islam, nama Jawa Timur muncul dengan sebutan Bang Wetan. Wilayahnya meliputi seluruh Pesisir Wetan dan Mancanagara Wetan (pedalaman Jawa Timur).
Setelah Perang Diponegoro usai, seluruh Jawa Timur dikuasai Hindia Belanda. Semasa memerintah, Belanda menjalin hubungan antara pemerintah pusat VOC di Batavia dan para bupati di wilayah kekuasaan masing-masing.
Mereka menerapkan politik imperalisme modern dengan membentuk pemerintahan Jawa Timur pada tahun 1929. Ketika Jepang berkuasa, Jawa Timur berada di tangan Jepang.
Dua hari setelah peristiwa proklamasi, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mulai membagi wilayah RI menjadi 8 provinsi. Ada Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumetera, Sunda Kecil, Kalimantan , Sulawesi dan Maluku yang semua dipimpin oleh gubernur.
Jawa Timur, pertama kalinya dipimpin oleh Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo atau Gubernur Soerjo. Gubernur yang saat itu menjabat sebagai Residen Bojonegoro itu dilantik pada 5 September 1945.
Dia diberi waktu sampai 11 Oktober 1945 untuk menyelesaikan tugas-tugasnya di Bojonegoro. Keesokannya, dia harus boyong ke Surabaya, Ibukota Provinsi Jawa Timur.
Dari sinilah mengapa Hari Jadi Jawa Timur jatuh setiap tanggal 12 Oktober. Ini berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Kini, provinsi seluas 47.922 km2 ini memiliki penduduk lebih dari 41 juta jiwa. Jawa Timur berkembang pesat di berbagai sektor, terlebih ekonominya yang menyumbang perekonomian terbesar kedua di Pulau Jawa. (*)