Liputan Khusus Urbanisasi Kota Pahlawan [1/4]

Pontang-panting Pemkot Surabaya Kendalikan Urbanisasi

18 April 2025 06:01 18 Apr 2025 06:01

Thumbnail Pontang-panting Pemkot Surabaya Kendalikan Urbanisasi Watermark Ketik
Pemerintah Kota Surabaya berusaha mengendalikan laju urbanisasi. (Ilustrasi: Rihad Humala/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA Tujuh tahun yang lalu, impian membawaku ke Surabaya: berharap jadi kaya. Hanya bermodal baju dan seratus ribu, nasib ini kuadu.

Tujuh tahun berlalu, impianku tersapu di Surabaya: gagal jadi kaya. Kota menghisapku habis, tubuh makin tipis, dompetku kembang-kempis.

Lirik Lagu Rantau milik Silampukau, rilis 2015, menggambarkan betapa Surabaya merupakan tanah harapan bagi banyak orang. Namun, tanpa persiapan matang, mengadu nasib di ibu kota Jawa Timur ini bisa jadi bumerang.

Bagaimanapun, sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, Surabaya jujugan urbanisasi paling menarik setelah Jakarta.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebutkan, pihaknya terus berusaha mengendalikan laju urbanisasi di kota yang memiliki luas wilayah 335 km persegi ini. Dia meyakini, ujung tombak paling efektif adalah dari pendataan tingkat paling dasar yakni RT/RW.

Urbanisasi sama dengan realitas tanpa henti. Tekanan terhadap ruang hunian memadai, lapangan pekerjaan, dan infrastruktur di Surabaya terus meningkat karenanya. Eri sadar, mengelola urbanisasi memang bukan hanya soal membatasi, tapi juga menyediakan.

"Saya harap RT/RW sudah dan terus (melakukan) pengecekan. Yang masuk (Surabaya, red) harus lapor 1x24 jam," tegas cak Eri, panggilan akrabnya.

Kawasan pinggiran kota Surabaya seperti Benowo, Gunung Anyar, hingga Lakarsantri kini terus menjadi kantong-kantong baru pertumbuhan penduduk. Di sana wajah-wajah kaum urbanis di kota yang memiliki 31 kecamatan ini terlihat. Tidak jarang mereka tinggal di rumah-rumah petak hingga kos-kosan sempit.

Anggota Komisi A DPRD Surabaya Cahyo Siswo Utomo mengungkap data Dispendukcapil Kota Surabaya terkait penduduk Kota Pahlawan yang terus bertambah. Pada semester 2 atau periode Juli-Desember 2024 sudah mencapai 3.018.022 jiwa.

Sementara pada semester pertama atau periode Januari-Juni 2024 di angka 3.017.382 jiwa. Padahal, pada semester kedua 2023 masih 3.009.286 jiwa.

Foto Data pertambahan penduduk kota Surabaya. (Grafis: Acep Mujib/Ketik.co.id)Data pertambahan penduduk kota Surabaya. (Grafis: Acep Mujib/Ketik.co.id)

Eri menyebut juga penting melakukan pengawasan terhadap kos-kosan dalam penanganan urbanisasi ini. Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu menyebut Peraturan Daerah (Perda) telah diterbitkan untuk mengaturnya.

Di dalamnya diatur standar pendataan penghuni kos-kosan. Termasuk fasilitas kamar, kamar mandi hingga keberadaan ibu kos atau penjaga.

Sak petak ini sing nggarai masalah (rumah-rumah petak ini yang membuat masalah). Bagaimana cara mengontrolnya? ya, pendataan lewat RT/RW,” tegas Eri.

Eri menyebut pendataan dan pengawasan warga pendatang penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ujungnya untuk menjaga Surabaya tetap aman dan terkendali.

“RT/RW jangan segan-segan pendataan. Harus jaga Surabaya tetap aman terkendali," harap wali kota berusia 47 tahun itu.

Foto Suasana lalu lintas Jl Gubernur Suryo Surabaya, 17 April 2025. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)Suasana lalu lintas Jl Gubernur Suryo Surabaya, 17 April 2025. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)

Sebagai orang nomor 1 di Surabaya, Eri berjanji meminimalisir munculnya dampak negatif urbanisasi di wilayahnya yang memiliki 154 kelurahan itu. Lagi-lagi dia mengajak RT/RW se-Surabaya gotong royong.

“Ketika ada yang datang harus didata. Dia sudah bekerja atau tidak? kalau tidak bekerja, untuk apa tinggal di sini? Dan ini dibutuhkan kerja sama dengan RT/RW. Karena itu saya berharap kepada RT/RW kalau ada yang masuk ke dalam wilayahnya tolong dipantau dan dijaga,” pungkas Eri Cahyadi.

DPRD Minta Gencarkan Operasi Yustisi

Anggota Komisi A DPRD Surabaya Cahyo Siswo Utomo menilai Pemkot Surabaya harus terus melakukan langkah pengendalian urbanisasi dengan melaksanakan operasi yustisi. Langkah ini perlu dilakukan dengan sinergitas antara Pemkot, Polrestabes, dan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hingga tingkat kelurahan.

"Jika ditemukan pendatang tanpa KTP atau identitas yang jelas, mereka akan ditampung oleh Dinas Sosial Surabaya untuk penelusuran lebih lanjut dan kemungkinan dipulangkan ke daerah asal," jelasnya. 

Dia juga mengimbau Pemkot Surabaya menjalin kerja sama dengan daerah asal pendatang guna menciptakan lebih banyak lapangan kerja di sana. 

"Dengan langkah itu, diharapkan dapat mengurangi arus migrasi ke Surabaya dan menekan permasalahan sosial yang mungkin timbul akibat kepadatan penduduk," ucap pria yang pernah mengenyam kuliah S2, Magister Hukum di Universitas Narotama Surabaya itu.

Foto Anggota Komisi A DPRD Surabaya Cahyo Siswo Utomo. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)Anggota Komisi A DPRD Surabaya Cahyo Siswo Utomo. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)

Cahyo juga menyebut hingga saat ini tidak ada regulasi baru yang diberlakukan terkait penduduk pendatang. Pemerintah masih berpegang pada beberapa aturan yang sudah ada.

Di antaranya Permendagri No. 14 Tahun 2015 (yang telah diperbarui dengan Permendagri No. 74 Tahun 2022) mengenai pendataan penduduk non-permanen.

Kemudian, Perda Kota Surabaya No. 6 Tahun 2019 tentang administrasi kependudukan, lalu Perwali Surabaya No. 25 Tahun 2013 yang mengatur penerapan sanksi administratif kependudukan.

Serta, Perda Kota Surabaya No. 5 Tahun 2011 yang direvisi menjadi Perda No. 14 Tahun 2014, mengatur prosedur pindah datang dan penerbitan kartu keluarga.

"Apabila berlandasan dari peraturan itu, para pendatang yang ingin menetap di Surabaya wajib memiliki tempat tinggal dan pekerjaan tetap. RT/RW hanya dapat memberikan surat pengantar pindah bagi mereka yang memenuhi persyaratan ini," tutur Cahyo.

Foto Suasana kedatangan di Stasiun Gubeng Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)Suasana kedatangan di Stasiun Gubeng Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)

Oleh karena itu, Cahyo mengusulkan kepada Pemkot Surabaya beberapa strategi untuk menghindari lonjakan pendatang yang tidak terkendali.

Mulai dari pendataan ketat, yakni melakukan koordinasi antara Lurah, Camat, RT/RW untuk memverifikasi keberadaan dan pekerjaan pendatang.

Lalu menggelar operasi yustisi rutin, yang sebagai upaya untuk memastikan setiap pendatang memiliki identitas dan pekerjaan yang jelas, serta memberikan opsi pembinaan bagi mereka yang tidak memenuhi syarat.

"Harus ada pembatasan pindah domisili, dengan persyaratan ketat bagi pendatang yang ingin menetap, termasuk bukti tempat tinggal dan pekerjaan tetap," jelas Cahyo. (*)

Tombol Google News

Tags:

urbanisasi urbanisasi surabaya Pemkot Surabaya Eri Cahyadi Cahyo Siswo Utomo DPRD Surabaya pendatang Surabaya Lapangan Kerja