KETIK, PONOROGO – Ponorogo, yang dikenal lewat budaya Reog dan semangat tradisionalnya, mencuri perhatian global saat delegasi Komite Kota Kreatif Ponorogo hadir dalam The 10th Jinju UNESCO Creative City International Academic Forum pada 10 Juni 2025, di City Hall of Jinju, Korea Selatan.
Delegasi Komite Kreatif Ponorogo terdiri Hamy Wahyunianto, Panca Waluyo, dan Very Setiawan. Misi utamanya adalah diplomasi budaya dan langkah strategis menuju pengakuan sebagai anggota UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
Meskipun awalnya tidak tercantum sebagai pembicara resmi, Ponorogo mendapatkan kesempatan emas berkat undangan langsung dari Prof. Jeong Byung-hook, Koordinator Global UNESCO untuk Crafts & Folk Art. Ini bukan hanya momen penting, tetapi juga babak baru dalam diplomasi budaya Indonesia.
Dalam penampilan spontan tersebut, Very Setiawan, mewakili Komite Kota Kreatif Ponorogo, membawakan presentasi bertajuk “Culture, Cities, Creativity (CCC)”.
“Kami menampilkan Ponorogo sebagai kota budaya dengan nilai-nilai tradisional yang kuat dan potensi yang luar biasa dalam industri kreatif. Dikenal sebagai 'Bumi Reog,' Ponorogo memiliki sejarah yang kaya dalam seni pertunjukan,” ujarnya.
Kepercayaan diri ini menjelaskan bahwa Ponorogo bukan hanya daerah asal Reog, tetapi juga tuan rumah berbagai acara budaya prestisius dari Grebeg Suro dan Festival Nasional Reog Ponorogo hingga International Mask and Folklore Festival yang mendasari kesiapan Ponorogo untuk meraih status UNESCO Creative Cities Network.
Prof. Jeong Byung-hook, yang memimpin UNESCO Crafts & Folk Art, menyatakan apresiasinya terhadap presentasi delegasi Ponorogo.
"Presentasi ini memperkuat mosaik budaya global. Ponorogo menunjukkan bagaimana tradisi mendorong kreativitas," ujarnya.
Sambutan hangat juga datang dari Wali Kota Jinju, Kyoo-il Jo. Pertemuan resmi di balai kota mengukuhkan kesiapannya mendorong kerja sama lintas kota kreatif: Jinju–Ambon–Ponorogo.
Sukses diplomasi ini tidak lepas dari peran Prof. Ronny Loppies, Direktur Ambon Music Office (AMO). Ia mempresentasikan topik “The power of Ambonese music and social interaction through local wisdom Pela and Gandong is vital in conflict resolution”.
Kontribusi ini memperkaya pertemuan dan membuka peluang jalinan budaya antara Ambon dan Ponorogo. Satu lagi langkah strategis dalam memperkuat jejaring budaya UNESCO.
Hasil dari forum internasional di Jinju membuahkan sejumlah capaian penting. Pertama, pengakuan global mulai mengarah positif.
Prof. Byung Hook Jeon, Koordinator Global UNESCO untuk kategori Crafts and Folk Art, menyatakan sinyal dukungan terhadap pengajuan Ponorogo sebagai bagian dari UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
Kedua, diplomasi budaya ini ditindaklanjuti dengan penyusunan MoU trilateral antara Jinju, Ambon, dan Ponorogo yang akan memperkuat kerja sama budaya antar kota dan mendukung peran duta budaya masing-masing.
Ketiga, keberhasilan ini juga tak lepas dari peran kunci Prof. Ronny Loppies, Direktur Ambon Music Office, yang telah memfasilitasi dan menjembatani kolaborasi antara Indonesia dan Korea melalui pendekatan budaya yang inklusif dan profesional.
Dan yang tak kalah penting, forum ini memberi eksposur media yang luas. Banyak media meliput keterlibatan Delegasi Ponorogo, memperkuat citra Ponorogo sebagai daerah yang aktif di panggung budaya internasional.
“Kami sangat gembira menyaksikan jembatan budaya yang terbangun antar benua. Semangat dan tradisi Ponorogo bersinar terang di Jinju,” ujar Prof Jeong.
“Interaksi musik dan budaya lokal bukan hanya soal seni, tapi juga upaya membangun kedamaian dan pemahaman,” tambah Prof Loppies. (*)