KETIK, JEMBER – Bertepatan tanggal 22 Oktober sebagai peringatan Hari Santri Nasional (HSN), Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menggelar serangkaian acara Hari Santri dalam sepekan.
Rangkaian acara dengan tema “Jihad Santri Jayakan Negeri” diawali dengan Moloekatan (Semaan Al-Quran) (21/10/2023) dan Apel Peringatan HSN (22/10/2023). Serta puncak peringatan pada Senin (23/10/2023) diramaikan dengan kegiatan Kirab Santri, Expo Kemandirian Pesantren, Malam Puncak HSN (Dibaiyah Kubro dan Nasihat Kesantrian).
Peringatan ini sebagai momentum dalam “Resolusi Jihad” yang menjelaskan fatwa kewajiban berjihad untuk mempertahankan kemerdekaan indonesia.
Jihad dalam artian memperjuangkan secara menyeluruh yang mencakup menguatkan iman, memperdalam ilmu, dan memperbaiki diri. Sebagai peran santri untuk dapat memberikan teladan di masyarakat, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, toleransi dan persaudaraan.
Seperti yang diamanatkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang disampaikan Wakil Rektor 1 Prof. Miftah Arifin. “Marilah kita merenungkan dan amalkan semangat jihad santri dalam kehidupan sehari-hari, karena perjuangan kita bukan hanya fisik semata. Melainkan perjuangan memerangi kebodohan, ketidakadilan, kemiskinan, dan semua bentuk ketidaksetaraan,” ucapnya pada Apel HSN, Minggu (22/10/2023).
Terpisah, Rektor UIN KHAS Jember Prof Hepni Zein menyampaikan rangkaian acara digelar untuk memeriahkan Hari Santri Nasional di lingkungan kampus.
Santri berwirausaha menjual produknya di Expo Kemandirian Pesantren, Senin (23/10/2023) (Foto: Humas UIN KHAS Jember)
Agar mahasiswa dapat meneladani semangat para santri ketika bergerak bersama para ulama untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. “Secara simbolis memvisualisasikan semangat gerakan santri dan ulama dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan yang kita capai pada saat itu,” ujarnya usai mengikuti Kirab Santri, Senin (23/10/2023).
Tidak hanya itu, rektor yang baru dilantik itu, juga menyinggung bahwa santri tidak terbatas pada kegiatan keagamaan saja. “Seperti ada bazar, artinya dunia santri itu universal sangat luas tidak hanya pada hal religius. Tapi ada pengembangan ekonomi dan peradaban,” ulas Prof Hepni.
Uniknya, dalam sepekan ke depan para civitas akademika diminta mengenakan pakaian nuansa putih, serta memakai sarung bagi laki-laki. Hal tersebut merupakan bentuk simbolis dalam peringatan hari santri tersebut.
Menurutnya, memakai sarung dalam kegiatan perkuliahan merupakan karakter santri yang harus diteladani. Yakni, kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, ukhuwah, dan demokrasi.
Yang paling utama, lanjutnya, bagaimana civitas akademika meniru karakteristik dan watak peradaban santri yang dikemas dalam peradaban modernisasi universitas. “Sarung itu lambang kesederhanaan, tapi tidak mengurangi kehormatan,” pungkas Hepni.(*)