KETIK, SURABAYA – Peringatan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili menandakan masuknya tahun ular kayu. Dosen Chinese Department Petra Christian University, Elisa Christiana mengatakan, tahun ular kayu banyak filosofinya.
Dalam budaya Tionghoa, tahun ini sebenarnya merepresentasikan kombinasi antara unsur api dan kayu yang saling mendukung.
"Kayu membakar api, melahirkan simbol terang yang menjadi petunjuk dan harapan untuk masa depan. Jadi, ini adalah tahun yang baik untuk memasuki fase baru dengan optimisme,” ujar Elisa, Rabu, 29 Januari 2025.
Elisa menekankan bahwa unsur api dalam tahun ini memberikan energi dan simbol kehidupan. Dengan penafsiran ini menunjukkan bagaimana tradisi Tionghoa berupaya mencari harmoni dalam setiap elemen kehidupan.
Salah satunya penggunaan dekorasi Imlek, ada makna yang diyakini oleh masyarakat Tionghoa. Dekorasi tidak harus mahal, tapi mampu menghadirkan kebahagiaan dan semangat baru.
“Misalnya, bunga musim semi maupun buah kimkit yang melambangkan rezeki, serta hiasan bambu. Dekorasi ini tidak hanya estetis, tapi juga menyampaikan harapan akan keberuntungan di tahun baru,” terang Elisa.
Pada tahun ular kayu ini, dekorasi khusus yang menonjolkan simbol ular juga bisa menjadi pilihan menarik. Selain mempersiapkan dekorasi, penting untuk memahami pantangan Imlek. Salah satunya, tidak menyapu pada hari pertama tahun baru.
“Ini bukan hanya soal pantangan, tetapi lebih pada filosofi dalam menghormati hoki yang dianggap datang pada hari tersebut," terangnya.
Elisa mengingatkan untuk tidak bertengkar atau memecahkan barang. "Karena hal ini dipercaya dapat memengaruhi harmoni di sepanjang tahun,” terangnya.
Sementara secara umum, Elisa menjelaskan, Imlek bukanlah perayaan keagamaan, melainkan bagian dari tradisi budaya Tionghoa. “Imlek adalah pertanda memasuki musim baru. Penanggalan Tionghoa ini berbasis musim, dan Imlek menandai musim semi atau sin chun,” jelasnya.
Salah satu tradisi yang paling ditunggu saat Imlek, tak lain adalah angpao. Elisa menuturkan, nilai utama dari angpao bukanlah jumlah uang di dalamnya, melainkan makna amplop berwarna merah yang biasa digunakan untuk memberi angpao.
“Amplop merah melambangkan doa dan harapan dari orang yang lebih tua kepada anak-anak, agar mereka tumbuh sehat, bijaksana, dan sukses,” katanya.
Sayangnya, modernisasi sering kali menggeser makna ini, sehingga banyak orang lebih memfokuskan pada jumlah uang yang diterima, ketimbang nilai simboliknya. Elisa menekankan, perayaan Imlek dengan semua tradisi dan filosofinya merupakan salah satu cara masyarakat Tionghoa menjaga warisan budaya mereka.
“Imlek adalah perayaan penuh harapan, menyambut musim baru dengan optimisme. Jika kita memahami makna di balik tradisi ini, kita bisa merayakannya dengan cara yang lebih autentik dan bermakna,” pungkas Elisa. (*)