KETIK, JAKARTA – Thailand jadi negara pertama di Asia Tenggara dan ketiga Asia yang mengesahkan Undang-Undang Kesetaraan Pernikahan atau mengakui pernikahan LGBT, pada Kamis 23 Januari 2025.
Dalam hal tersebut, istilah "suami-istri" diubah menjadi "pasangan hidup". Ini agar selaras dengan prinsip Konstitusi yang menyatakan bahwa semua individu setara di mata hukum.
Dilansir dari BBC, Undang-undang ini butuh waktu lebih dari 20 tahun untuk disahkan dan mulai berlaku efektif pada 23 Januari 2026 atau 120 hari setelah dipublikasikan di lembaran negara kerajaan Thailand.
UU Kesetaraan Pernikahan memungkinkan orang berusia 18 tahun ke atas dari jenis kelamin apa pun untuk menikah atau bercerai secara sah.
Pasangan LGBT yang menikah juga mempunyai hak untuk menerima berbagai tunjangan dari pemerintah seperti pasangan heteroseksual, termasuk hak menerima jaminan sosial, hak mendapatkan penggantian biaya pengobatan, hak mengambil keputusan medis, serta hak mengelola aset pasangan.
Selama ini Thailand memang terkenal terbuka dan menerima kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Kelompok tersebut telah lama berbaur dengan semua lapisan masyarakat. Orang Thailand juga dinilai luwes dalam banyak hal.
"Mai pen rai" yang berarti "bukan masalah besar" adalah slogan nasional. Agama Buddha, yang dianut oleh lebih dari 90% orang Thailand, juga tidak melarang jalan hidup kelompok LGBT.
"Proses ini tidak mudah," kata Ann 'Waaddao' Chumaporn, penyelenggara Bangkok Pride March dilansir BBC.
Pride March adalah Pawai yang digelar komunitas LGBT. Acara ini pertama digelar di Thailand 25 tahun lalu. Saat itu, sulit untuk mendapatkan izin dari polisi, sementara penyelenggaraan pawai kacau dan tidak terarah.
Setelah tahun 2006, hanya ada dua pawai yang diadakan hingga tahun 2022. Pada 2009, satu pawai yang direncanakan di Chiang Mai dibatalkan karena ancaman kekerasan. (*)