Tokoh Penggerak Kebudayaan AH Thony Dorong Aksara Jawa Masuk Raperda Kebudayaan Surabaya

28 Mei 2025 18:58 28 Mei 2025 18:58

Thumbnail Tokoh Penggerak Kebudayaan AH Thony Dorong Aksara Jawa Masuk Raperda Kebudayaan Surabaya
Tokoh Penggerak Kebudayaan AH Thony. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Tokoh Penggerak Kebudayaan AH Thony kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya lokal dengan mendorong penguatan muatan lokal dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kebudayaan Kota Surabaya.

Salah satu poin penting yang ia tekankan adalah pentingnya memasukkan aksara Jawa sebagai bagian integral dalam raperda tersebut.

Menurut AH Thony, aksara Jawa bukan sekadar sistem tulisan, tetapi juga merupakan warisan budaya tak benda yang memiliki nilai sejarah, identitas, dan jati diri masyarakat Jawa, termasuk warga Surabaya.

Menurutnya, pelestarian aksara adalah kunci untuk memajukan naskah-naskah kuno yang menjadi bagian dari warisan budaya Surabaya.

“Kalau kita mau memajukan manuskrip, kita harus paham dulu bagaimana cara membacanya. Banyak naskah kuno tentang Surabaya ditulis dalam aksara Jawa, bahkan ada juga yang dalam aksara Cina. Kalau aksaranya saja tidak dikenali, bagaimana kita bisa menerjemahkan isinya?," ujar Thony Rabu 28 Mei 2025.

Thony menekankan bahwa aksara bukan hanya soal tulisan, tetapi juga menyangkut identitas dan akar peradaban. Oleh karena itu, keberadaan aksara lokal perlu mendapat ruang dalam kebijakan daerah, termasuk dalam perda kebudayaan.

“Ini bukan sekadar huruf. Aksara adalah ekspresi budaya. Jika aksaranya punah, maka jejak pikir dan peradaban kita ikut hilang,” tegas Politisi Gerindra ini.

Mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya periode 2019-2024 itu  mencontohkan Kongres Aksara Jawa pertama yang sudah digelar sejak 1922 bahkan sebelum Sumpah Pemuda sebagai bukti bahwa pemajuan aksara lokal memiliki dasar historis yang kuat dan perlu dihidupkan kembali.

Mengenai potensi penolakan terhadap aksara lokal, Thony menegaskan bahwa usulan ini tidak bermaksud membatasi atau menolak pengaruh budaya asing.

Justru, menurutnya, pelestarian aksara lokal bisa berjalan beriringan dengan pemahaman terhadap aksara asing, terutama dalam konteks penelitian manuskrip yang juga ditulis oleh pujangga dari luar negeri.

“Banyak manuskrip tentang Surabaya yang ditulis oleh orang Cina, bahkan ditulis di luar negeri. Maka wajar jika kita juga membuka ruang untuk belajar aksara asing sebagai bagian dari studi budaya. Ini justru memperkuat semangat pasal 32 UUD 1945 yang menjamin pengembangan kebudayaan lokal dan global,” ujarnya.

Usulan memasukkan aksara ke dalam Raperda disebut Thony sebagai arah baru yang belum banyak dibahas sebelumnya.

Politisi Gerindra itu berharap, langkah ini dapat memperkaya isi Raperda dan menjadi landasan kuat untuk pembangunan karakter masyarakat Kota Pahlawan ke depan.

“Karakter itu dibangun dari pengetahuan. Kalau kita tahu sejarah dan bisa membaca jejaknya, maka kita akan lebih menghargainya. Dari situ muncul keberanian dan semangat membangun kota ini,” pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

AH Thony Tokoh Penggerak kebudayaan aksara Jawa Raperda Kebudayaan Surabaya warisan budaya Gerindra