KETIK, SURABAYA – Sebagai kota metropolitan Surabaya terus berkembang menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah, khususnya terkait keberadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di jalan-jalan protokol.
Keberadaan TPS di lokasi strategis ini memiliki dampak positif dan negatif yang perlu dikelola dengan bijak.
TPS merupakan fasilitas penting dalam sistem pengelolaan sampah kota, berfungsi sebagai tempat penampungan sementara sebelum sampah diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Di Surabaya, beberapa TPS terletak di jalan-jalan protokol untuk memudahkan akses pengumpulan sampah dari area padat penduduk dan komersial.
Namun, penempatan TPS di jalan utama sering menimbulkan permasalahan, seperti bau tidak sedap, gangguan estetika kota dan kemacetan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya Dedik Irianto mengungkapkan saat ini Surabaya memiliki sekitar 190 TPS yang tersebar di berbagai lokasi.
Misalnya di TPS Legundi, Pringgadani, Kalibokor, Bogen Tambaksari, Gebang Putih, Bratang, Kayoon, Panghela, Kertopaten, Wonokusumo kidul dan TPS Nyamplungan.
Selain itu ada beberapa titik yang bertempat di jalan protokol Kota Surabaya.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 TPS merupakan TPS berbasis konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
"191 TPS dan 12 TPS 3R," jelasnya pada Ketik.co.id.
Salah satu TPS di jalan protokol Surabaya. (Foto: Shinta/Ketik.co.id)
Saat ini Pemkot Surabaya sedang gencar mengenai meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola sampah secara mandiri di lingkungan perkampungan.
Adanya pengelolaan sampah mandiri di perkampungan, secara tidak langsung akan mengurangi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo.
Pengolaan sampah mandiri bisa menerapkan berbagai cara, mulai dari mendirikan bank sampah, rumah kompos, budidaya maggot, hingga bisa diolah menjadi pakan ternak.
Dengan cara ini, maka lingkungan perkampungan di Kota Surabaya akan semakin bersih dan terbebas dari sampah ke depannya.
Dedik Irianto menyampaikan, darurat sampah tidak hanya menjadi permasalahan di Kota Surabaya. Akan tetapi juga menjadi permasalahan di berbagai daerah di Indonesia.
Maka dari itu, Dedik mengajak, masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan pengolaan sampah secara mandiri.
Jika sampah tidak dikelola dengan baik, maka akan meningkatkan jumlah timbulan sampah di TPA Benowo ke depannya.
“Di Kota Surabaya sendiri timbulan sampahnya dalam sehari itu mencapai 1.800 ton. Sedangkan pengelolaan sampah yang di TPA itu, dengan gasifikasi power plant yang bisa menghasilkan listrik, itu kapasitasnya hanya 1000 ton," jelasnya.
"Nah, masih ada lebih 800 ton yang harus kita upayakan untuk kita reduksi jangan sampai ke TPA. Jadi yang ke TPA dibatasi maksimal hanya 1000 seharusnya,” imbuh Dedik.
Untuk mengurangi timbulan sampah, pemkot melalui DLH Surabaya telah mengembangkan sebanyak 600 bank sampah. Selain itu, pemkot juga memiliki rumah kompos di 27 titik di Kota Surabaya.
“Nah, di luar itu memang banyak rumah kompos yang dibangun masyarakat, salah satunya di Rungkut Kidul ini. Jadi memang seperti yang disampaikan dalam sambutan Pak Wali, penanganan masalah sampah tidak mungkin pemerintah bisa mengatasi sendiri,” pungkasnya. (*)