KETIK, SURABAYA – Hakim Erintuah Damanik ditangkap oleh Kejaksaan Agung Tinggi (Kajati) Jawa Timur bersama dua hakim lainnya, Heru Hanindyo dan Mangapul. Ketiga 'wakil Tuhan' itu diduga menerima suap saat menangani perkara yang vonisnya dibacakan Juli 2024 lalu.
Diduga, suap diberikan sebagai kompensasi karena Erintuah Damanik dan dua rekannya memberikan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur, seorang terdakwa dalam kasus penganiayaan yang menewaskan Dini Sera Afriyanti di Surabaya.
Penangkapan ini terjadi setelah Kajati Jatim menemukan indikasi suap terkait dengan keputusan kontroversial tersebut, yang menyebabkan kecurigaan publik dan langkah hukum lebih lanjut.
Ketiga hakim ini sudah berstatus tersangka dalam kasus penerima gratifikasi dalam penanganan perkara yang menjerat Ronald Tannur.
"Saat ini sudah masuk dalam penyidikan sehingga kalau sudah masuk penyidikan ketiga hakim ini statusnya sebagai tersangka," ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amati pada Rabu 23 Oktober 2024.
Siapa Erintuah Damanik? Berikut profilnya.
Saat sidang Ronald Tannur, Erintuah Damanik menjabat sebagai ketua majelis hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.
Laki-laki kelahiran 24 Juli 1961 ini merupakan hakim kelas 1A khusus yang ditugaskan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Hakim berdarah batak ini mendapatkan gelar magister hukum di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.
Sepak terjang Erintuah Damanik diawali dengan menjadi Hakim di Pengadilan Negeri Pontianak pada 2010.
Dilansir dari laman Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus, sebelumnya Erintuah Damanik menjabat sebagai hakim sekaligus humas di Pengadilan Negeri Medan 2019 selang satu tahun, Ia dipindahkan ke PN Surabaya.
Sebagai hakim senior, Damanik sudah banyak menangani perkara. Di antaranya ia pernah menjadi ketua majelis hakim yang menjatuhkan vonis mati terhadap Zuraida Hanum (41) selaku terdakwa kasus pembunuhan hakim Jamaluddin di PN Medan 2019.
Damanik juga pernah menjadi hakim tunggal yang mengadili praperadilan yang diajukan empat tersangka kasus suap mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho. Damanik tidak menerima praperadilan yang dimohonkan tersebut.
Untuk harta kekayaan milik Damanik kali terakhir melaporkan ke KPK pada 16 Januari 2023. Ia mempunyai aset tanah dan bangunan, kendaraan, surat berharga, dan harta bergerak lainnya dengan total nilai Rp8.055.000.000 (Rp8 miliar).
Hakim seringkali disebut sebagai wakil Tuhan. Karena dengan kewenangannya, ia bisa memberikan keadilan yang didambakan manusia.
Namun, kewenangan yang besar itu diikuti dengan tanggung jawab yang juga luar biasa besar. Hukum di Indonesia akan memberikan pemberatan atau hukuman lebih bagi penegak hukum -terlebih hakim- yang menerima suap atas perkara yang ia tangani.
Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan ancaman pasal yang cukup berat kepada Damanik dan dua koleganya. Yakni Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukumannya tidak main-main. Yakni hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Sebagai informasi, komposisi majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur adalah Erintuah Damanik selaku hakim ketua, Mangapul dan Heru Hanindyo saat itu sebagai hakim anggota.
Mereka sebelumnya memvonis Ronald bebas dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan kepada kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, 29.
Meskipun menerima surat rekomendasi itu, Suparno menegaskan bahwa PN Surabaya tak bisa memecat ketiga hakim itu. Sebab kata dia, pemecatan hakim itu adalah wewenang Presiden RI atas usulan Ketua Mahkamah Agung (MA). (*)