KETIK, SIDOARJO – Hari pahit itu akhirnya tiba. Setelah persidangan panjang selama berbulan-bulan, terdakwa Ari Suryono dan Siska Wati divonis bersalah. Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menghukum Ari Suryono 5 tahun penjara dan Siska Wati 4 tahun penjara. Ari Suryono pikir-pikir. Siska Wati tak terima.
Baik Ari maupun Siska divonis dalam kasus yang sama. Yaitu, perkara korupsi pemotongan insentif penghasilan pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo senilai Rp 8,5 miliar. Seorang terdakwa lagi baru disidangkan. Dia adalah mantan Bupati Sidoarjo Muhdlor Ali.
Dalam kasus ini, hukuman terhadap Ari Suryono lebih berat. Selain pidana penjara 5 tahun, mantan kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo itu juga kena denda Rp 500 juta. Yang lebih berat lagi, dia harus membayar uang pengganti Rp 2,77 miliar.
”Menghukum terdakwa (Ari Suryono) dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dalam amar putusannya pada Rabu (9 Oktober 2024).
Ari Suryono berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya setelah divonis 5 tahun penjara. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Hukuman terhadap Ari Suryono lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menuntut Ari hukuman 7,5 tahun penjara dan denda Rp 7,2 miliar.
Namun, apa pun hukuman atasan lebih lebih tinggi daripada bawahan. Siska Wati adalah anak buah Ari Suryono. Dia menjabat kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian di BPPD Sidoarjo. Vonis ibu dua anak itu dibacakan lebih dulu.
”Menyatakan terdakwa dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani di Pengadilan Tipikor Surabaya Jl Juanda pada Rabu pagi (9 Oktober 2024).
Terhadap putusan berat hakim itu, Ari Suryono dan Siska Wati menyatakan sikap berbeda. Ari Suryono masih pikir-pikir. Belum pasti apakah dirinya menerima atau banding atas putusan tersebut. Penasihat hukum terdakwa Makin Rahmat menyatakan vonis 5 tahun penjara boleh dikata tergolong normatif.
Namun, kewajiban mengembalikan uang Rp 2,77 miliar yang dinilai terlalu berat. Dari mana kliennya membayar uang tersebut. Belum lagi denda yang dibebankan kepada kliennya, Rp 500 juta.
”Kami akan berunding dengan keluarga besar dulu,” kata Makin Rahmat setelah sidang.
Di sisi lain, pihak Siska Wati lantang menyatakan hendak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tipikor. Hukuman terhadapnya dinilai terlalu berat. Jaksa KPK menuntut Siska Wati
hukuman 5 tahun penjara. Tanpa denda. Namun, majelis menambah hukuman denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Penasihat hukum Siska Wati, Erlan Jaya Putra langsung memastikan kliennya mengajukan banding. Dia menilai Siska Wati adalah korban dalam kasus ini. Dia hanya melaksanakan tugas sebagai bawahan. Selain itu, Siska Wati juga ikut menjadi korban pemotongan.
”Kami banding, Yang Mulia,” ucap Erlan Jaya Putra kepada Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani.
Jaksa KPK Arif Usman juga menyatakan masih pihaknya mempertimbangkan langkah hukum terkait vonis terhadap Siska Wati ini. Begitu pula atas vonis terhadap Ari Suryono, Jaksa KPK Andri Lesmana juga menyatakan pikir-pikir.
Ari Suryono dan Siska Wati dinilai bersalah dalam kasus pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo yang berlangsung sejak 2021. Hak para aparatur sipil negara (ASN) disunat dengan nilai bervariasi. Antara 10 hingga 30 persen. Namun, ada pula yang tidak dipotong sama sekali.
Pada Mei 2024, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di kantor BPPD Sidoarjo. Memang, saat itu yang disita hanya Rp 67 juta. Namun, setelah ditelusuri dan dihitung, nilai pemotongan insentif ASN itu mencapai Rp 8,5 miliar. Bertahun-tahun hak ASN dipotong secara melanggar hukum.
Ari Suryono dan Siska Wati dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 Huruf F UU RI No 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur larangan tindakan pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil.
Gus Muhdlor menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Senin (7 Oktober 2024). (Foto: Ketik.co.id)
Dua terdakwa sudah divonis. Namun, masih ada satu lagi yang harus menjalani persidangan. Dia adalah mantan Bupati Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. Sidang terhadap Gus Muhdlor sudah dimulai pada Senin (30 September 2024 lalu).
Sidang masih berada dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi Senin (7 Oktober 2024). Dalam kasus pemerasan terhadap ASN BPPD Sidoarjo ini, Muhdlor Ali didakwa menerima uang Rp 1,45 miliar. Di antaranya, Rp 50 juta setiap bulan.
Namun, dia membantah telah menyuruh memotong insentif ASN. Juga tidak mengakui telah menikmati uang hasil pemotongan itu. Uang Rp 50 juta, misalnya, diambil dan diberikan untuk pengawal pribadinya. (*)