KETIK, MALANG – Penetapan batas omzet Rp15 juta sebagai syarat pengenaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bagi pelaku usaha kuliner memicu perdebatan di DPRD Kota Malang. Fraksi PKB menilai angka tersebut dapat memberatkan pedagang kecil dan PKL.
Arief Wahyudi selaku anggota Fraksi PKB meminta adanya perubahan dalam Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pasal 8 ayat 2 terkait batas minimal yang dikenakan pada usaha kuliner.
"Kami meminta minimal itu di angka Rp25 juta. Kalau di keputusan pansus itu di angka Rp15 juta. Kami berpikir kalau omzet Rp15 juta kalau dibagi 30 hari, sehari pelaku usaha bisa dapat Rp500.000. Kalau Rp500.000 itu kan yang jual gorengan saja bisa termasuk," ujarnya, Kamis 12 Juni 2025.
Menurutnya dengan menerapkan omzet minimal Rp25 juta membuat pelaku usaha baru dikenai pajak jika pendapatan harian Rp800.000. Kebijakan tersebut dinilai lebih selektif dan tidak membebani pedagang kecil.
"Kemudian karena tidak tercapai kesepakatan, ya saya interupsi. Saya tetap bertahan pada suara masyarakat, suara fraksi PKB di angka Rp25 juta supaya tidak ikut kena PBJT," katanya.
Arief juga menyayangkan di dalam pasal Ranperda tidak menyebut secara eksplisit bahwa PKL tidak dikenakan pajak. Meskipun Wali Kota Malang menjamin bahwa PKL tak terkena PBJT namun hal tersebut harus diperkuat dengan regulasi tertulis.
"Apakah aturan bisa terbantahkan dengan statemen? Apakah Perda bisa tergugurkan dengan kebijakan lain? Kan tidak. Kuatkan di dalam Perda. Diatur bahwa Pemkot tidak akan menarik pajak pada PKL ataupun pelaku usaha dengan bongkar pasang tenda. Tetapi di pasal penjelasan pun tidak ada," tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menjelaskan perdebatan tersebut merupakan bagian dari dinamika. Meskipun terjadi perdebatan, namun batasan omzet yang ditetapkan Rp15 juta.
"Kami menyikapi bersama, yang akan kami upayakan adalah mengawal setelah nanti Perda ini diundangkan. Tentu saja itu tidak akan meninggalkan rekomendasi kami ke depannya. Menjadi catatan penting juga," ucap Amithya.
Amithya tidak menafikan bahwa dalam Ranperda PDRD tidak menyebutkan bahwa PKL bukan bagian dari sektor yang terkena PBJT. Selain PKB, Fraksi PDI Perjuangan juga turut mengusulkan minimal omzet Rp25 juta.
"Awalnya omzet Rp5 juta kemudian dalam pembahasannya kami naikkan menjadi Rp15 juta. Memang ada yang berpendapat dari PKB dan PDIP itu Rp25 juta. Tetapi sudah dimusyawarahkan secara mufakat sehingga ditetapkan Rp15 juta," tutupnya. (*)