Bonsai Universitas Brawijaya Bahas Hidup Harmoni dengan Gunung Api

Jurnalis: Sholeh
Editor: Mustopa

24 November 2023 10:22 24 Nov 2023 10:22

Thumbnail Bonsai Universitas Brawijaya Bahas Hidup Harmoni dengan Gunung Api Watermark Ketik
Profesor Ir Sukir Maryanto menyampaikan paparan dalam bincang dan obrolan santai bersama pakar di Agrotechno Park Cangar Kota Batu, Jum'at (24/11/2023). (Foto: Sholeh/ketik.co.id)

KETIK, BATU – Universitas Brawijaya (UB) Malang menggelar kegiatan bincang dan obrolan santai bersama pakar di Agrotechno Park Cangar Kota Batu, Jumat (24/11/2023). 

Kegiatan yang diikuti Wartawan Malang Raya tersebut mengangkat tema tentang pemikiran berkelanjutan hidup harmoni dengan gunung api dan panas bumi.

Bertindak sebagai pemateri yaitu pakar mitigasi bencana dan eksplorasi sumber daya alam khususnya kegunungapian dan panas bumi, Profesor Ir Sukir Maryanto.

Profesor Sukir mengatakan bahwa di Jawa Timur atau Indonesia pada umumnya, potensi panas bumi sekitar 80 persen merupakan panas bumi yang berasosiasi dengan gunung api. Sehingga perlu dibukukan semua potensi yang ada agar berkelanjutan dan kebermanfaatan bidang ini akan terjamin.

"Bahwa keberadaan gunung api memberikan berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat sekitar baik dampak positif maupun dampak negatif," katanya 

Dampak positif Gunung Api, urai Prof Sukir, antara lain sebagai sumber kehidupan, penyedia potensi panas bumi, sumber penyedia unsur-unsur mineral dan hara dalam menyuburkan tanah dan sumber tambang. Serta sebagai sumber penunjang ekonomi masyarakat baik pariwisata, pertanian dan UMKM.

"Meskipun banyak dampak positifnya namun perlu juga diperhatikan dampak negatifnya sehingga keberadaan kedua potensi tersebut harus disikapi dengan bijak," tambahnya.

Prof Sukir menjelaskan, hidup berdampingan dengan gunung berapi perlu adanya kesadaran dari dalam diri masyarakat maupun stakeholder terkait kebencanaan.

Menurutnya, untuk mengubah kesadaran diri menjadi suatu budaya terhadap kebencanaan dibutuhkan usaha yang sangat besar. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk school watching dan town watching.

"School watching kan lingkupnya di sekolah kalau town watching kan lingkupnya di kota atau desa mereka sendiri. Maksudnya adalah masyarakat lah yang bisa mengamati potensi bahaya. Kita yang ahli bencana pada saat terjadi bencana tidak berada di sana," ulasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Universitas Brawijaya Malang Kota Batu Gunung Api