KETIK, MALANG – Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Kota Malang menyoroti serius kasus penahanan ijazah yang kini menjadi perhatian publik. SPBI mengingatkan bahwa kasus ini bagaikan fenomena gunung es.
Sekjen SPBI Kota Malang, Fatkhul Khoir, menjelaskan bahwa kasus penahanan ijazah tersebut membuktikan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan.
"Ini membuktikan bahwa kinerja pengawas ketenagakerjaan kita sangat lemah dalam konteks mengawasi hak-hak ketenagakerjaan. Kemudian fenomena ini menjadi gunung es seperti sekarang," jelasnya, Kamis, 1 Mei 2025.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur nomor 8 tahun 2016 telah dijelaskan bahwa penahanan ijazah sudah tidak boleh dilakukan. Menurutnya banyak pekerja yang mengeluhkan soal kasus penahanan ijazah ini.
"Kalau mereka (pengawas ketenagakerjaan) bekerja secara optimal, pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja itu bisa diminimalkan," tegasnya.
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, menjelaskan bahwa telah menerima dua laporan kasus penahanan ijazah. Merespons itu pihaknya segera memanggil karyawan dan perusahaan yang bersangkutan.
"Ada surat masuk, kalau pengacara dari pekerja itu melaporkan kalau ada penahanan ijazah. Nanti kami akan memanggil pihak dari perusahaan dan karyawan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa penahanan ijazah tidak diperbolehkan dan sudah diatur dalam Pergub Jatim. Namun kondisi tersebut bergantung pada kesepakatan awal tanda tangan kontrak.
"Permasalahan timbul itu ketika pekerja yang masa kontraknya misalnya 2 tahun, kemudian baru berjalan 9 bulan lalu mengundurkan diri. Mau menebus ijazahnya sebelum masa kontrak habis, itu dimintai ganti rugi sampai Rp5 juta," jelasnya.(*)