Harga Cabai di Pacitan Jeblok, Stok Bakul Menumpuk karena Konsumen Ogah Beli

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Mustopa

6 September 2024 05:17 6 Sep 2024 05:17

Thumbnail Harga Cabai di Pacitan Jeblok, Stok Bakul Menumpuk karena Konsumen Ogah Beli Watermark Ketik
Bakul Cabai dan Sayuran, Tumini (70) asal Desa Mendolo Lor, Kecamatan Punung tengah meng-galau. Stok cabai yang dirinya jual beberapa hari ini, ternyata minim dilirik konsumen, meski harganya turun. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Suara riuh pedagang dan pembeli di Pasar Tradisional, Pacitan, pagi ini terlihat lebih lesu ketimbang biasanya. 

Meski aktivitas jual beli tetap berlangsung, salah satu komoditas utama pasar yakni cabai, kini tengah menjadi perhatian karena harganya turun drastis.

Berbagai jenis cabai kini hanya dibanderol mulai dari Rp15-25 ribu per kilogram (kg). Turunnya harga jual ini disebut mencapai titik terendah dalam beberapa pekan terakhir.

Kondisi itu membuat para bakul (pedagang) kelabakan akibat stok menumpuk tak laku terjual.

Tumini (70) misalnya, seorang pedagang cabai yang telah berjualan di Pasar Arjowinangun selama lebih dari 10 tahun, kini tampak gelisah di lapaknya. 

Tumpukan cabai merah dan hijau segar terhampar di lapak paping beralaskan karung, namun hanya sedikit pembeli yang tertarik. 

"Cabai sekarang murah Rp18ribu, yang merah Rp25 ribu, yang kriting Rp15 ribu. Sekarang turun semua, biasanya Rp35-40. Yang bulan lalu itu masih Rp30 ribu," keluh Nenek asal Mendolo Lor, Punung di Depan Ruko Pasar Arjowinangun, Jumat, 6 September 2024.

Tumini menduga turunnya harga cabai ini dipicu oleh melimpahnya pasokan dari petani, baik lokal maupun luar, sementara permintaan pasar menurun.

Menurutnya, faktor cuaca yang jarang hujan dalam beberapa bulan terakhir telah menyebabkan panen cabai melimpah, melebihi kapasitas penyerapan pasar. 

"Karena cuacanya bagus, banyak petani yang panenannya melimpah," ungkapnya kepada Ketik.co.id

Sebagian pedagang pun terpaksa menahan stok mereka lebih lama, dengan risiko cabai membusuk termakan waktu.

Foto Hiruk pikuk di Gang Pasar Arjowinangun Pacitan. Lapak Tumini terletak di Depan Deretan Ruko. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Hiruk pikuk di Gang Pasar Arjowinangun Pacitan. Lapak Tumini terletak di Depan Deretan Ruko. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

Sementara itu, seorang pembeli, Lutfi Abdul Majid (25) yang rutin berbelanja di pasar tradisional, mengaku stok di rumahnya saat ini lumayan banyak. Pasalnya, banyak petani sekitar juga menawarkan hasil panennya untuk dijual ke tetangga.

"Alhamdulillah, kalau dirumah ada, tapi agak khawatir jika ke Pasar karena cabainya mungkin enggak tahan lama. Mungkin kalau beli secukupnya aja, enggak berani stok banyak," ujarnya.

Para bakul cabai layaknya Tumini tak bisa berbuat banyak agar situasi segera membaik. 

Mereka pun terpaksa harus menjual cabai dengan harga lebih rendah lagi atau bahkan membuangnya jika sudah tak layak konsumsi. 

"Semoga aja ada perubahan, kalau enggak, rugi terus begini karena terus bersaing dengan waktu busuk cabai," tambah Tumini dengan wajah muram.

Anjloknya harga cabai ini memunculkan kekhawatiran, bukan hanya di kalangan pedagang, tapi juga petani. 

Sriyatun (58) yang bergantung pada penjualan hasil panen membenarkan bahwa harga cabai saat ini adalah yang paling rendah di Pacitan selama musim panen.

"Sebelumnya masih Rp14 ribu, sekarang jual dinilai seharga Rp12 ribu per kilo. Terlalu murah sih kalau dibandingkan dengan harga pupuk, dan biaya operasional," keluh warga asal Kecamatan Kebonagung itu. (*)

Tombol Google News

Tags:

Pasar Arjowinangun Pacitan pacitan