KETIK, SAMPANG – Lebih dari setahun berlalu sejak tubuh seorang bayi meregang nyawa secara mengenaskan, terputus dari kepalanya saat proses persalinan di Puskesmas Kedungdung, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, namun keadilan masih juga belum lahir.
Pada 4 Maret 2024, keluarga korban melaporkan dugaan malpraktik yang mengguncang nalar kemanusiaan siapa pun. Namun, waktu berjalan tanpa kejelasan hukum. Tak satu pun tersangka ditetapkan. Tak satu pun pihak bertanggung jawab yang dimintai pertanggungjawaban pidana. Polres Bangkalan, yang seharusnya menjadi garda depan penegakan keadilan, justru dinilai lebih banyak diam.
"Jangan bohongi kami," tegas Suhaili, anggota keluarga korban kepada awak media.
Kemarahannya bukan tanpa alasan. Hingga hari itu, keluarga hanya menerima dua SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan), padahal menurut polisi, seharusnya ada empat. “Kalau memang ada, tunjukkan siapa yang menerima dan kapan,” tantangnya.
Sikap Tak Profesional dan Pengabaian Hak Korban.
Tak hanya keluarga yang kecewa. Kuasa hukum dari Trunojoyo Law Firm Sampang, Barry Dwi Pranata, menilai bahwa penanganan kasus ini sarat ketidakseriusan.
“Permintaan rekomendasi ke Majelis Disiplin Profesi (MDP) baru dilayangkan lebih dari setahun setelah laporan masuk. Ini bukan hanya lamban, tapi juga menyalahi prinsip dasar penyidikan yang profesional dan adil,” kata Barry, Minggu 8 Juni 2025.
Ia merujuk pada Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yang menurutnya tidak menjadikan rekomendasi MDP sebagai syarat mutlak sebelum memproses hukum tenaga medis.
Dugaan makin menguat ketika diketahui bahwa surat perintah penyidikan lanjutan (sprindik baru) baru muncul setelah LSM LASBANDRA mengirimkan surat klarifikasi ke kepolisian.
Keadilan yang Terkunci di Meja Polres Bangkalan.
Hingga hari ini keluarga korban masih berjuang menyuarakan keadilan, sementara aparat masih berkutat dengan prosedur yang berjalan lamban dan menurut sebagian pengamat tidak transparan.
Iptu Risna Wijayati, Kasi Humas Polres Bangkalan, saat dikonfirmasi, menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pemeriksaan melalui MDP. Namun, belum ada tindak lanjut yang berarti selain janji bahwa dokter ahli dari MDP akan diperiksa.
Namun, janji itu tak lagi cukup. Trauma keluarga sudah mengakar. Keyakinan terhadap institusi penegak hukum mulai luntur. “Ini menyangkut nyawa dan trauma keluarga kami. Jangan biarkan kasus ini menguap begitu saja,” tegas Suhaili. (*)