Lagi ! TNI Tembak Polisi, 'Hubungan Palsu' Semakin Parah

26 Maret 2025 19:01 26 Mar 2025 19:01

Thumbnail Lagi ! TNI Tembak Polisi, 'Hubungan Palsu' Semakin Parah Watermark Ketik
Oleh: Eko Hardianto*

Kasus penembakan tiga anggota Polri, oleh oknum anggota TNI kembali terjadi. Kali ini di Way Kanan, Lampung. Lagi-lagi peristiwa ini menggulirkan isu konflik antar institusi keamanan di Indonesia. Dugaan keterlibatan oknum TNI, menunjukkan ketegangan kedua institusi itu secara umum masih jadi masalah serius. Bahkan menurut penulis, sepertinya memang tak benar-benar dituntaskan. Peristiwa TNI sikat Polisi, atau sebaliknya Polisi sikat TNI, bukan yang pertama. Ini tentu menjadi tanda adanya masalah mendasar dalam hubungan mereka.

Sejarah mencatat insiden serupa terjadi di beberapa daerah lain. Diantaranya di Batam, pada 2023 lalu. Anggota Brimob Polri dan Marinir TNI AL terlibat bentrokan. Pemicunya soal sengketa lahan. Lalu pada 2020, serangan terhadap Mapolres Mamberamo Raya, Papua. Konflik terjadi setelah seorang anggota TNI tewas dalam insiden melibatkan kepolisian. Selanjutnya di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, pada 2017. Baku tembak antara anggota TNI dan Polri pecah. Kesalahpahaman dalam pengamanan suatu acara menjadi biangnya. Konflik yang lebih lama, terjadi di Poso pada 2012. Juga menunjukkan jika ketegangan ini bukan fenomena baru.

Dalam kasus Lampung, penulis melihat sejumlah aspek hukum perlu dikaji. Pertama, pelaku bisa dijerat Pasal 340 KUHP. Ini jika pembunuhan terbukti dilakukan secara terencana. Atau Pasal 338 KUHP jika pembunuhan terjadi tanpa perencanaan. Selain itu, andai tindakan penembakan dimaksudkan untuk menghalangi proses hukum, maka bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice. Dari segi kedisiplinan, keterlibatan aparat dalam aktivitas ilegal dan penggunaan kekerasan yang tidak sah, jelas merupakan pelanggaran kode etik militer.

Konflik antara TNI dan Polri kerap dipicu berbagai faktor. Salah satunya soal kepentingan ekonomi ilegal. Tidak jarang ditemukan keterlibatan oknum aparat dalam bisnis ilegal seperti perjudian, tambang liar, atau penyelundupan. Ketika salah satu pihak berusaha menegakkan hukum, pihak lain yang merasa kepentingannya terancam bereaksi secara agresif. Selain itu, kurangnya koordinasi di lapangan kerap menjadi pemicu insiden. Operasi yang tidak didahului komunikasi dan kerja sama antara kedua institusi, bisa juga menjadi pemicu. Terakhir, perbedaan budaya dan hirarki komando di TNI yang bersifat militeristik, dan Polri, sebagai institusi sipil, juga cukup mendasar sebagai alasan pemicu ketegangan.

Kasus kali ini tentu berdampak terhadap kepercayaan publik. Masyarakat jelas mempertanyakan sejauh mana aparat dapat menjamin keselamatan dan keamanan Jika mereka sendiri tidak mampu menghindari konflik internal. Insiden ini juga menunjukkan potensi ketidakstabilan hukum di Indonesia, jika tidak ditangani serius, dan transparan. Oleh karena itu, penyelesaian yang adil dan menyeluruh menjadi sangat penting.

Semoga investigasi dilakukan Pusat Denpom Militer, melibatkan tim independen. Termasuk uji balistik untuk memastikan senjata yang digunakan. Jika terbukti ada keterlibatan oknum TNI, proses hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Baik melalui peradilan militer maupun jalur pidana umum. Di sisi lain, perbaikan mekanisme koordinasi antara TNI dan Polri harus menjadi prioritas. Agar kasus serupa tidak terulang. SOP bersama perlu diperkuat untuk memastikan jalannya operasi penegakan hukum. Pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada kerja sama antarlembaga juga harus diperkuat. Hal ini demi membangun profesionalisme tugas masing-masing.

Kasus ini sesungguhnya sudah mengisyaratkan perlunya reformasi hubungan TNI dan Polri. Jika dibiarkan tanpa penyelesaian yang adil dan transparan, insiden serupa berpotensi kembali terjadi. Hemat penulis, langkah tegas harus segera diambil. Ini untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang. Sejatinya negara memiliki kedua institusi itu untuk bekerja sama menjaga ketertiban dan keamanan teritorial dan masyarakatnya. Salam. *

*) Eko Hardianto merupakan jurnalis ketik.co.id (jaringan suara.com) untuk Probolinggo raya) 

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

 

Tombol Google News

Tags:

TNI tembak polisi opini Eko Hardianto dwifungsi ABRI militer Polisi pelanggaran hukum Kriminal Lampung