Mahasiswa UB Ciptakan Fermentasi Kubis Cegah Stunting, Sabet Pendanaan PKM Riset Eksakta Kemendikbud

Jurnalis: Siti Fatimah
Editor: M. Rifat

2 Juli 2024 17:14 2 Jul 2024 17:14

Thumbnail Mahasiswa UB Ciptakan Fermentasi Kubis Cegah Stunting, Sabet Pendanaan PKM Riset Eksakta Kemendikbud Watermark Ketik
Lima mahasiswa UB yang berhasil ciptakan fermentasi kubis cegah stunting (Foto: dok. Riris)

KETIK, SURABAYA – Jawab isu stunting yang kian meningkat, 5 Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Pangan Universitas Brawijaya (UB) ciptakan makanan dari ekstrak  fermentasi kubis untuk atas stunting.

Inovasi  ini berhasil didanai Kemdikbudristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta tahun 2024. Kelima mahasiswa tersebut menjadi salah satu dari 11 tim yang lolos pendanaan dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Senin (29/4/2024).

Dari penelitian tersebut, Rendy Zhanuarisma (Tekpang’22, FTP), Riris Amelia Putri (Tekpang’22, FTP), Giselle Terrencia (Tekpang’22, FTP), Safa’atul Khoir (Kebidanan’21), dan Putri Rizqiyyah Maisyaroh (Kebidanan’21) di bawah bimbingan Wike Astrid Cahayani, S.Ked., M.Biomed dari Fakultas Kedokteran menemukan hasil fermentasi kubis (Sauerkraut) mengandung tinggi asam folat yang bagus untuk cegah stunting.

Hasil ini didapatkan setelah dilakukan uji coba pada Zebrafish Model Stunting dengan Induksi Rotenone.

Rendy, salah satu mahasiswa Teknik Pangan mengatakan, sayur kubis biasanya melalui proses pengolahan panas terlebih dulu sebelum dikonsumsi. Kondisi ini memungkinkan terjadinya kerusakan senyawa folat dalam kubis tersebut.

Sedangkan proses fermentasi tidak memerlukan panas sehingga mampu mempertahankan kandungan folatnya.

“Dengan adanya fermentasi mampu memecah nutrisi pada kubis sehingga penyerapan folat lebih optimal dan cepat” ujar Rendy, Selasa (2/7/2024).

Menurutnya, kasus stunting banyak disebabkan karena asupan folat yang belum tercukupi.  Manusia dewasa membutuhkan setidaknya 400 μg asam folat dalam sehari, sementara untuk ibu hamil membutuhkan minimal 600 μg.

“Proses fermentasi akan mengurangi kerusakan kandungan folat dalam kubis mentah. Berbeda halnya jika proses pengolahan kubis dilakukan dengan cara pemanasan, maka banyak 85-90% folat akan terdegradasi dan hilang. Sehingga, konsentrasi folat dalam sauerkraut yang diolah dengan metode fermentasi jauh lebih tinggi yaitu sebesar 20 μg per 100 gram kubis,” tambahnya.

Foto Proses ekstraksi fermentasi kubis  (Foto: dok. Riris)Proses ekstraksi fermentasi kubis (Foto: dok. Riris)

Riris menambahkan timnya telah melakukan uji coba menggunakan hewan uji coba yaitu larva zebrafish hasil fertilisasi umur 2 jam dibuat model stunting dengan diberi larutan Rotenone.

Lalu diinduksikan dengan ekstrak sauerkraut dengan konsentrasi garam berbeda yaitu 2,5%; 5%; 7,5%; dan 10% yang telah dibuat. Kemudian dilakukan pengukuran panjang badan pada hari yang berbeda

“Hasilnya ekstrak sauerkraut mampu diserap lebih cepat oleh tubuh dan berpengaruh terhadap panjang badan larva zebrafish. Sehingga sauerkraut sangat berpotensi menjadi pangan fermentasi untuk meningkatkan folat dan mencegah stunting,” jelas Riris.

Proses pembuatan sauerkraut ini terbilang mudah sehingga semua orang dapat membuat di rumah. Sauerkraut juga memiliki rasa asam dan asin yang cocok untuk dikombinasikan dengan makanan lainnya. 

Dari penelitian ini, kelima mahasiswa tersebut berharap bisa memberikan inovasi pangan fermentasi yang tinggi folat dan mampu mengatasi kasus stunting di Indonesia.

“Ini juga sebagai bentuk nyata kontribusi mahasiswa Universitas Brawijaya untuk penanggulangan kasus stunting saat ini,” pungkas Riris. (*)

 

Tombol Google News

Tags:

Universitas Brawijaya Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta tahun 2024