KETIK, SURABAYA – Ramainya penolakan program kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang wajib diikuti oleh semua pekerja baik ASN maupun swasta hingga pelaku usaha.
Sejatinya, Program Tapera merupakan amanat Undang-Undang No.4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dari sana, terdapat aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2024 yang merevisi PP No. 25/2020, yang menetapkan besaran pungutan Tapera sebesar 3% dari gaji atau upah peserta.
Di akun X Mahfud MD @mohmahfudmd dirinya menanggapi adanya penolakan masyarakat adanya Tapera.
"Pemerintah perlu betul-betul mempertimbangkan suara publik tentang Tapera," terang Mantan Menkopolhukam ini.
Menurutnya, pemerintah belum bisa menjamin masyarakat benar-benar mendapat rumah, karena Mahfud menilai hitungan itu juga tidak masuk akal karena rata-rata gaji masyarakat Rp 5 juta.
"Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal," terang Mahfud.
"Misalnya: Orang yg mendapat gaji Rp 5 juta /bln kalau menabung 30 tahun dgn potongan sekitar 3%/bulan hanya akan sekitar Rp 100 juta. Untuk sekarang pun Rp 100 juta takkan dapat rumah apalagi 30 tahun yg akan datang, ditambah bunganya sekali pun," imbuh Mahfud.
Mahfud mencontohkan, bagi orang yang memiliki gaji Rp 10 juta per bulan, dalam 30 tahun hanya terkumpul Rp.225 juta.
"Ini pun pada 30 tahun yg akan datang sulit dapat rumah. Sekarang pun sulit dpt rumah dgn uang Rp 225 juta," jelasnya.
Menurut Mahfud, jika masyarakat memiliki gaji Rp 15 juta per bulan, menurutnya lebih baik mengambil KPR karena hitungannya lebih murah.
"Mungkin jatuhnya malah lbh murah daripada menabung 3%/bulan. Apa ada kebijakan yg menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? Penjelasan tentang ini yg ditunggu publik," pungkasnya. (*)
