Merdeka dari Disinformasi

Jurnalis: Fathur Roziq
Editor: Muhammad Faizin

18 Agustus 2023 07:27 18 Agt 2023 07:27

Thumbnail Merdeka dari Disinformasi Watermark Ketik
Fathur Roziq, jurnalis Ketik.co.id


Orang Amerika Serikat sungguh getem-getem ketika Donadl Trump berhasil menaklukkan superlady Hillary Clinton dalam Pilpres AS pada November 2016. Mengapa? Di balik semua proses pilpres itu, kuat dugaan ada keterlibatan Rusia. Seteru abadi di level global.
Media The Guardian.com mengutip kekecewaan mantan Presiden AS Barack Obama atas hasil pilpres tersebut. Presiden yang suka nasi goreng dan bakso Indonesia itu merespons. Bahwa kemenangan Donald Trump tidak lepas dari propaganda komputasional Rusia. 
Rakyat Amerika Serikat telah menjadi korban penyebaran disinformasi melalui media sosial (medsos). Terpecah dalam wacana. Berbagai investigasi dilakukan dan berhasil membuktikan campur tangan Rusia itu. 
Bagaimana orang Amerika Serikat tidak getem-getem. Penyebaran disinformasi tersebut dilakukan tanpa terdeteksi dan semena-mena. Lewat Facebook, Twitter, Google, dan lain-lain. Itu semua ciptaan orang-orang hebat Amerika Serikat sendiri. Ternyata, platform-platform digital itu menjadi senjata untuk ”mengerjai” negeri penciptanya sendiri. 
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menyebut, ”jurus” penyebaran disinformasi lewat medsos itu telah menjadi propaganda yang menjalar ke negara-negara lain di dunia. Lewat perangkat infrastruktur digital di negara masing-masing. Baik sekadar sebagai pendukung maupun media utama penyebaran propaganda.
Propaganda lewat infrastruktur digital bisa jauh lebih efektif daripada dengan prestasi infrastruktur lain. Namun, kenggulan dalam infrastruktur digital dan infrastruktur lain sekaligus akan menjadikan seorang pemimpin digdaya. Tidak terkalahkan. Mutlak.
Infrastruktur digital ini hendaknya tidak dipahami hanya dalam konstruksi besar. Platform-platform digital global. Infrastruktur digital itu juga bisa dibangun di tingkat terbawah. Rukun tetangga, rukun warga (RT-RW), perangkat desa, kepala desa, tokoh masyarakat.  
Grup-grup WhatsApp (WA) RT, RW, perangkat desa, kepala desa, komunitas, wartawan, dan sebagainya juga bisa sangat efektif sebagai perangkat operasi propaganda komputasional. Sehingga, kita semua tidak perlu nggumun. Sangat wajar bila ada upaya-upaya sistematis memanfaatkan semua platform digital ini. Bukan cuma Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya. 
Grup-grup WA ini juga sangat potensial jika dibentuk secara terstruktur. Dari RT, RW, Kades, emak-emak, penghobi, pemilik media online, dan sebagainya. 
Dari yang serius sampai yang lucu. Grup Penyuka Es Teh Manis, Grup Janda Champions, Grup Gado-Gado Delta. Ada-ada saja namanya. 
Namun, perlu diingat pula. Konstruksi infrastruktur digital tersebut tak ubahnya senjata trisula. Dampaknya negatif bila digunakan untuk menyerang pihak lain. Sebaliknya, efeknya akan positif kalau dimanfaatkan untuk meningkatkan citra personal maupun sebuah lembaga. Juga memobilisasi publik agar bersemangat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. 

Bisa pula ber-impact negatif maupun positif meski dalam perspektif yang berbeda. Dianggap positif atau sekaligus negatif. Itu terjadi jika infrastuktur digital digunakan oleh masyarakat sebagai media kontrol sosial yang objektif, netral, dan independen. Penilaian bergantung pada sudut pandang. Bergantung siapa yang merasa dirugikan dan siapa yang diuntungkan. 

Mari kita cermati triple warning berikut ini.

Pertama, publik atau khalayak harus cerdas merespons semua informasi dan konten infrastruktur digital ini. Mampu membedakan mana hoaks, mana fake news, dan mana propaganda. Carilah sumber informasi yang kredibel. Saringlah keabsahan informasi berdasar akurasi data, kevalidan fakta, dan otoritas sumbernya. 

Kedua, perancang infrastruktur digital sangat perlu untuk terus mengontrol perangkat lunak dan keras yang dibangunnya sendiri. Pastikan, di berbagai tingkatan dan lini, konten Anda tidak disusupi muatan diinformasi. Waspada agar tidak terjadi senjata makan tuan. 

Ketiga, para jurnalis wajib mematuhi syarat minimal dalam berkarya. Informasi tidaklah sama dengan berita. Yakinkan diri bahwa informasi yang Anda terima benar-benar layak sebagai berita. Bukan opini atau propaganda yang diluncurkan ke beranda ponsel Anda dengan maksud hampa. Seolah-olah tanpa tujuan dan agenda di baliknya.

Ingat, media sosial semata bukanlah sumber berita yang sah. Sebagai karya jurnalistik, berita (news) mutlak menuntut verifikasi dan konfirmasi. Mari bersama menjadi Noah di tengah tsunami informasi dan prahara propaganda.
MERDEKA. (*)

Tombol Google News

Tags:

Disinformasi Medsos Ketik.co.id opini