Pariwisata: Jalan Strategis Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Probolinggo

20 Mei 2025 07:00 20 Mei 2025 07:00

Thumbnail Pariwisata: Jalan Strategis Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Probolinggo
Oleh: Ahmad Syaifullah*

Pengentasan kemiskinan bukan hanya soal angka, tetapi soal harapan. Di Kabupaten Probolinggo yang hingga kini masih menyandang status sebagai salah satu daerah termiskin di Jawa Timur, pertanyaan penting yang harus kita jawab adalah: apa yang bisa kita lakukan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan dan bermartabat? 

Izinkan saya menawarkan satu langkah strategis yang bisa segera dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat, dengan mempertimbangkan kondisi sumber daya alam dan manusia yang dimiliki Kabupaten Probolinggo. Jawabannya adalah: Pariwisata.

Bayangkan jika Gunung Bromo bukan hanya menjadi destinasi indah yang viral di Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya, tetapi menjadi mesin penggerak ekonomi rakyat. Bayangkan juga Pantai Bentar, Pajarakan, hingga kawasan Paiton tidak hanya menjadi tempat piknik akhir pekan, tetapi menjadi pusat ekonomi masyarakat pesisir. 

Tak kalah penting, bayangkan jika danau-danau (ranu) di Kecamatan Tiris menjadi ikon wisata utama yang menghidupkan ekonomi desa. Lalu, bayangkan semua potensi ini diintegrasikan dalam satu skema besar pariwisata daerah yang saling menguatkan.

Sebuah studi dari Tiongkok yang dipublikasikan dalam Chinese Journal of Population, Resources and Environment (Liu & Xie, 2022) menunjukkan bahwa integrasi antara pariwisata budaya dan pembangunan berkualitas tinggi terbukti mampu menurunkan tingkat kemiskinan—baik secara langsung maupun melalui efek lintas wilayah (spillover effect). 

Yang lebih penting, studi ini juga menekankan bahwa spesialisasi pariwisata, bukan hanya skalanya, tetapi kunci sukses terletak pada kemampuannya bagi pengentasan kemiskinan.

Probolinggo memiliki semua bahan dasar: kekayaan budaya suku Tengger yang otentik, situs sejarah dan religi, pantai dan gunung, serta lokasi strategis di antara Surabaya dan Banyuwangi. Namun, potensi itu belum sepenuhnya menjadi kekuatan untuk mengentaskan kemiskinan. Kita tidak cukup hanya membangun destinasi. 

Kita perlu membangun ekosistem: pelatihan SDM lokal, pemberdayaan UMKM wisata, sinergi antara pelaku usaha lokal dan investor, serta konektivitas infrastruktur dari desa ke pusat ekonomi wisata. Literasi wisata dan budaya lokal juga perlu ditanamkan sejak dini, agar generasi muda tidak menjadi penonton di kampung sendiri.

Penelitian Liu & Xie juga menunjukkan bahwa dampak pariwisata terhadap pengurangan kemiskinan meluas ke wilayah sekitar. Dalam konteks Probolinggo, ini berarti bahwa pengembangan wisata yang berkualitas di kawasan Bromo maupun Pantura bisa memberikan efek positif bagi desa-desa penyangga—dari pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, hingga pembangunan sosial. 

Namun, semua ini hanya akan terjadi jika pembangunan dilakukan secara terintegrasi dan berkeadilan, bukan sekadar proyek menara gading yang tidak menyentuh rakyat kecil.

Sudah saatnya kita meninggalkan cara pandang lama bahwa kemiskinan hanya urusan bantuan sosial. Kemiskinan struktural butuh jawaban struktural. Dan pariwisata, jika dikelola dengan visi, strategi, dan keterlibatan semua pihak, dapat menjadi salah satu jawabannya. Pemerintah daerah harus menjadikan pariwisata sebagai prioritas, bukan pelengkap. 

Pemerintah desa perlu didorong untuk menggali potensi lokal berbasis wisata. Lembaga pendidikan, ormas, dan komunitas pemuda harus terlibat aktif karena pengentasan kemiskinan bukan semata kerja pemerintah, melainkan tanggung jawab kita bersama. 

Karena sejatinya, pengentasan kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi panggilan kita semua. Dan pariwisata bukan hanya tentang keindahan tempat, tetapi tentang martabat manusia.

The last but not least “Bromo yang indah tak cukup jika warga lerengnya tetap miskin”.

*) Ahmad Syaifullah adalah Pegiat di Social and Economic Center (SEC) sekaligus Dewan Instruktur PC GP Ansor Kota Kraksaan 

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini pariwisata probolinggo Gunung Bromo Ahmad Syaifullah